Ketika itu, ndalem Ning Husna membutuhkan santriwati yang bisa dipercaya untuk menjadi khodimah, Lea mengikuti seleksi tersebut karena ia tak hanya ingin belajar, melainkan juga ingin mengabdi kepada guru yang telah memberinya banyak ilmu.
Sehingga, meski Lea masih berstatus sebagai santriwati, ia juga bertugas sebagai khodimah.
Baca Juga: Bagaimana Cara Menjawab Salam Kepada Non Muslim? Simak Penjelasan Ustadz Abdul Somad berikut ini!
Seleksi tersebut dilakukan ketika Lea baru menyerahkan jabatannya sebagai ketua organisasi santriwati kepada ketua organisasi baru.
Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya keluarga pondok mengizinkan Lea menjadi salah satu abdi dalem pondok kraton.
Ketika Lea dilantik menjadi abdi dalem, Husein bertanya kepada umminya, tentang gadis berparas ayu manis yang selalu menundukkan pandangannya tersebut.
Karena berbeda dengan beberapa santriwati lainnya, yang ketika melihat putra-putra kiai Hamid selalu terpesona akan kharismanya.
“Mas, saya temani Lea keluar dulu,” ucap Ning Aliya kepada Gus Ihsan.
Gus Ihsan hanya menganggukkan kepala. Ia memang memiliki kepribadian yang cuek dan nampak dingin di khalayak umum.
Berbeda dengan Gus Husein yang bawaannya selalu santai dan ramah namun tetap bisa membatasi diri dari hal-hal yang tidak baik.
“Lea, saya minta maaf, kemarin saya menyuruh kamu istikharah untuk Husein, ternyata malah Husein mau menjodohkan kamu sama laki-laki lain.” Ning Aliya terus memegang tangan Lea dengan penuh penyesalan.
“Sebenarnya ummi sama abah juga sudah setuju jika Husein dijodohkan dengan kamu, tapi sepertinya Husein masih ingin menyelesaikan pendidikan doktornya di Surabaya,” sambungnya.
Lea tersenyum manis, “tidak apa-apa, Ning. Mungkin ini jawaban dari istikharah saya.”
“Selama istikharah apakah kamu belum menemukan tanda apa-apa? Lewat mimpi atau kabar berita?” tanya Aliya