“Ya sudah, saya tunggu di ruang kerja, ya..”
Ketika panggilan itu berakhir, Lea yang sebenarnya sedang mempersiapkan materi untuk bahan mengajar besok pagi, segera bersiap untuk memenuhi perintah daripada gurunya.
Ketika sampai di halaman ndalem, ternyata Lea sudah ditunggu Ning Aliya dan langsung diajak masuk ke ruang kerja Gus Ihsan.
Ketika Lea masuk dan mengucapkan salam, ternyata di dalam sudah ada Gus Husein, adik Gus Ihsan.
Gus Ihsan memang tidak setiap hari di kawasan asrama putri, karena ia mendapat amanah dari Kiai Hamid -abah dari Gus Ihsan dan Gus Husein- untuk mengasuh pondok putra di RW sebelah.
Sedangkan Kiai Hamid sendiri mengasuh santri di pondok pusat yang berada dekat dengan kantor kecamatan kraton, Pasuruan.
Hati dan pikiran Lea mulai berkecamuk, tangan Lea yang mulai berkeringat dingin terlihat oleh Ning Aliya, sehingga membuat Ning Aliya selalu mendampingi Lea agar tak terlalu tegang.
Lea dan Ning Aliya duduk di kursi tamu yang tersedia di ruangan itu, sedangkan Gus Ihsan duduk di kursi kerjanya yang berhadap-hadapan langsung dengan adiknya, Gus Husein.
“Lea, nggak usah tegang. Bawa santai saja ya,” Ning Aliya memegang tangan Lea, agar lebih tenang.
Baca Juga: Mengenal Fenomena yang Terjadi di Sekitar Kita dengan Puisi yang Berjudul Kehidupan Metropolis
Lea hanya menganggukkan kepalanya.
“Lea, kamu pasti sudah tau siapa yang duduk dihadapan saya,” ucap Gus Ihsan.
“Dia bercerita, sebenarnya ada laki-laki yang sudah lama mengagumi kamu semenjak kamu masih menjadi ketua organisasi santriwati,” sambung Gus Ihsan.
Mendengar kalimat itu, jantung Lea tambah berdegup kencang. Tapi, tidak sampai terdengar oleh Ning Aliya yang berada di samping Lea.