Halimah tidak pernah membenci Dauna yang seringkali bertingkah buruk padanya, Halimah mengerti sikap dan perlakuan Dauna.
Namun, Halimah hanya sedikit bersedih. Dia tidak tahu harus dengan cara apa lagi mendekati Dauna agar tidak membencinya.
Baik Halimah maupun ibunya tidak ada niat sedikitpun untuk menghancurkan keluarga Dauna.
Ibu Dauna sudah meninggal sejak Dauna duduk di kelas satu SMP dan sampai akhirnya ayah Dauna bertemu dengan ibu Halimah dan menyukai ibunya. Bulan depan ayah Dauna dan ibunya berencana akan menikah.
Halimah sedikit tidak fokus menjalani ulangan hariannya kali ini. Sampai saat pulang sekolah pun dia memikirkan perkataan Dauna tadi pagi.
Apa benar ibunya dan dirinya jadi penghancur keluarga Dauna? Apa sebaiknya sejak awal Halimah dan ibunya tidak pernah masuk dalam kehidupan Dauna?
Pikiran-pikiran itu terus memenuhi kepala gadis muslimah berkerudung putih itu.
Halimah menaiki sepeda miliknya dan bersiap untuk pulang. Seperti biasa Halimah memang berangkat dan pulang menggunakan sepeda.
Di tengah-tengah perjalanan menuju rumah, di sebuah persimpangan ada sesuatu yang menarik perhatian Halimah. Gadis itu mengayuh sepedanya sedikit kencang.
Betapa terkejutnya Halimah ketika melihat Dauna sedang dihadang oleh beberapa orang. Orang-orang itu menyeret Dauna ke sebuah gang kecil di pinggir jalan.
Halimah dengan cepat mengayuh sepedanya menuju gang itu.
Saat tiba di sana, Halimah melihat Dauna yang dijambak dan dipaksa untuk menyerahkan barang berharga miliknya seperti ponsel dan dompet. Ini jelas-jelas perampokan.
"Berhenti! Atau saya rekam dan lapor polisi!" teriak Halimah yang membuat dua orang lelaki itu menoleh ke arahnya.
"Saya enggak main-main. Akan saya rekam dan telepon polisi sekarang juga!" Halimah mengarahkan ponselnya pada wajah mereka dan itu sontak membuat mereka kabur meninggalkan Dauna.
Halimah berlari menghampiri Dauna yang terduduk lemas di tanah. Baju seragam dan kerudung Dauna sudah benar-benar berantakan.