Baca Juga: Puisi Karya WS Rendra berjudul: Puisi Doa Di Jakarta
Sebab melihat tak ada tanda-tanda penumpang lain selain dirinya, Pak Buyung kemudian mengeluarkan uang dua puluh ribu sebagai ongkos getek.
Ia harus membayar lebih agar pemilik getek mau mengantarkannya.
Lima belas menit perjalanan, Pak Buyung dan sepedanya tiba di seberang desa.
Segera ia mengayuh sepeda ontelnya menuju gedung sekolah yang terlihat berlubang dari berbagai sudut.
Baca Juga: Pemahaman Seorang Muslim Terhadap Rukun Iman, Ini Dia Penjelasan Dari Rukun Iman dan Islam
Maklum, bangunan sekolah masih terbuat dari papan hasil sumbangan warga. Tidak pernah ada perbaikan sejak sepuluh tahun lalu.
Beberapa papan sudah lapuk atau terlepas karena paku yang semakin berkarat.
Sampai di sekolah, murid-murid berteriak menyambut kedatangannya. Pak Buyung sangat dikenal oleh para murid. Tentu saja karena hanya ada tiga guru dan satu kepala sekolah di sini.
Ini adalah sekolah SMP, tiga guru sudah cukup untuk masing-masing kelas. Jumlah murid pun berkisar 10 hingga 15 orang saja.
Baca Juga: Ada 7 Perkara yang Menemani Seorang Muslim Di Alam Kubur, Dari Mulai Ilmu Sampai Anak Saleh
Tidak membuat kewalahan selama mereka tak neko-neko di kelas.
“Buka PR kalian. Kita koreksi bersama hari ini,” kata Pak Buyung sambil mengelap wajahnya yang basah akibat gerimis yang kembali turun.
Kali ini Pak Buyung berharap tak akan hujan apalagi disertai angin. Bisa-bisa mereka di dalam kelas akan menyingkir saat air hujan terbawa masuk ke ruang kelas karena angin.
Hingga waktu sekolah berakhir dan murid-murid sudah pulang, Pak Buyung masih berada di sekolah. Pak Buyung ditemani oleh kepala sekolah.
