“Jika dia mati, maka kasus ini selesai. Kita bisa beralih ke kasus lain,” jawab Lawu santai. “Dia tidak akan mati,” lanjutnya.
Kemudian, Lawu memerintahkan beberapa anggota untuk menjemput Yoshi yang sudah tak sadarkan diri. Kakaknya yang puas memukulinya sudah pergi dari rumah.
Yoshi dibawa ke rumah sakit dan setelah sadar langsung diinterogasi oleh Lawu.
“Siapa kalian?” Yoshi beringsut mundur, berusaha melarikan diri. Yoshi kemudian melihat Dewa. Ia kemudian menunjuk dengan angkuhnya.
Baca Juga: Cerpen Tema Psikologi dan Parenting: Tingkah Laku Nilam yang Patut Dipertanyakan
“Kau! Bawa aku keluar dari sini!” teriaknya.
“Masih berani berteriak, huh? Kau sudah kalah, Yoshi. Kami sudah tahu jika kau merundung teman-temanmu karena melampiaskan kekesalan tidak bisa membalas kakak-kakakmu, bukan?” Dewa berdiri di depan Yoshi.
“Omong kosong! Aku akan menghabisimu!” teriak Yoshi.
Lawu mengusap-usap telinganya. “Ah! Kau sangat berisik. Kau sudah tertangkap, Yoshi. Kau merundung teman-temanmu. Biar kubaca riwayat perundunganmu.”
Baca Juga: Orang Tua Wajib Tahu Tanda-tanda Disleksia pada Anak: Peran Orang Tua dalam Mendukung Membaca
“Pertama kau memukuli temanmu hingga masuk rumah sakit. Kedua, kau memaksa temanmu untuk meminum minuman keras yang kau bawa agar kau tidak dihukum. Ketiga, wah! Aku sangat kagum melihat ketidakmampuanmu melawan kakak-kakakmu. Kau mengikat temanmu dan menjadikannya target dalam permainan bisbol.”
Yoshi terdiam mendengarnya. Tidak menyangkal dan hanya tertunduk. “Aku hanya bermain-main,” gumamnya.
“Itukah yang selalu dikatakan kakakmu tiap kali selesai memukulimu? Bermain-main. Tapi Yoshi, bukankah bermain-main artinya kedua belah pihak sama-sama senang. Apa kau melihat teman-temanmu senang saat kau bermain-main itu? Ah! Bukan, apakah kau senang tiap kali kakakmu memukulimu?” tanya Lawu sarkas.
Yoshi semakin menunduk. Ia sama sekali tidak senang, tetapi ia merasa harus merundung agar tidak dirundung. Itu yang dikatakan kakak-kakaknya pada suatu hari.