GENMUSLIM.id- Menanti dan Dipilih Menjadi Dilema Wanita, Bagaimana Bila Terlambat Menyadari, Dijelaskan oleh Cerpen: Mencintai Kehilangan
"Kepada Sang Saka Merah Putih, hormattt... Grak!"
Seperti seorang jatuh cinta dalam diam, lapangan hijau dengan warna warni menghiasi pemandangan rektorat sore itu dalam penurunan bendera.
Empat mahasiswa yang ber-selfie ria mengabadikan momen bersama untuk upacara terakhir selaku mahasiswa.
Meski dua hari lagi mereka akan disahkan sebagai alumni, tetapi jiwa nasionalisme mereka tetap terjaga selaku warga negara Indonesia di hari ulang tahun Indonesia.
Selama dua hari juga adalah masa penantian mereka seperti menjalani penantian cinta.
Benar saja, selfie ini berlanjut dua hari kemudian di aula dengan Gordon masing-masing yang kini berbeda warna.
Bukan baju saja yang menjadi beda, kini perbedaan ada pada kalung yang diletakkan di leher.
Simbolis bahwa mereka sudah dinyatakan lulus mendapat gelar masing-masing.
"Gak nyangka kita lulus bareng, Dion, Ahmad. Lulus cepetan! Kerjain skripsi"
"Iya Laras cantik."
Laras hanya tertawa mendengar guyonan Ahmad yang memang biasa bermulut manis, membuat banyak wanita akhirnya cinta dalam diam kepadanya.
Sayangnya setiap penantian cinta mereka berakhir patah hati, sebab selalu beralasan menjauh untuk menjaga yang digunakan Ahmad.
Padahal menjauh untuk mengejar yang lain. Buaya.
Baca Juga: Menikmati proses dengan Ridho Allah, Cerpen ini Berisikan Perjalanan Menjauh untuk Menjaga
Tidak lama berselang, seseorang datang dengan pakaian hitam yang sama sebagai tanda ia juga seorang wisudawan.
"Kalian berdua temenan?"
"Ya ampun, kita tuh dah lama kan gak ketemu lagi semenjak demis. Bisa-bisanya gak saling kabar. Sisterlillah aku!''
Ridho ikut kaget, sebab Lia merupakan temannya sedari SMA bahkan tetangganya dan ternyata mengenal juga teman mungilnya yang paling cerewet dan pengingat paling handal di antara mereka berempat.
Bahkan panggilan sisterlillah itu membuat sedikit geli.
"Berarti kenal Ridho juga y Lia?" Lia mengangguk yakin.
Memang benar mengingat kembali dahulu Laras dan Lia adalah teman yang selalu bertemu di agenda kajian-kajian hingga dijuluki sisterlillah.
"Bahkan tetanggaan dan temenan dari SMA. Tapi beberapa kali ketemu atau maen sama Ridho gak ada cerita kenal kamu Ras, memang banget ni anak"
Laras menanggapi dengan tawa karena baginya memang Ridho selalu berpikir tidak semua hal bisa jadi cerita atau sebenarnya aib berteman dengannya.
Laras makin tertawa berpikir tentang itu.
"Aku aib ya do?" Ahmad dan Dion ikut tertawa dengan pertemuan itu, serta ucapan Laras yang seketika Ridho ingin membanting perempuan itu.
Hari itu penuh tawa dan ceria dengan mereka yang tetap menjalin pertemuan itu dengan komunikasi, termasuklah Ridho dan Laras yang tetap intens mengobrol via pesan singkat atau sekadar telepon di akhir pekan.
Ridho yang pada akhirnya merantau ke tanah Jawa dan Laras yang memilih menetap di tanah kelahirannya untuk membersamai orang tuanya.
Komunikasi terus berjalan, bahkan ketika pun Ridho harus ditabrak dengan kenyataan efek krisis perusahaan yang menonaktifkan beberapa pegawai, salah satunya Ridho.
Laras mendukung Ridho untuk jangan lelah apply meski kemungkinan sangat kecil. Setelah sudah di titik putus asa akhirnya Ridho mendapat pekerjaan kembali.
Satu bulan usai bekerja, Laras pun ikut pindah pekerjaan ke kota. Kejutan takdir bertemu Lia adalah sebuah kebahagiaan Laras, sebab dengan begitu ia memiliki teman lebih duluan di tempat barunya.
Lia dan Laras semakin dekat berteman, namun di tengah waktu Lia memutuskan mengabdi ke pelosok negeri dan lagi-lagi Laras kehilangan teman dekat.
Dion dan Ahmad pun dikabarkan segera wisuda dan meninggalkan perantauan.
Kehilangan orang-orang baik di sekitar nampaknya adalah hal paling sedih dirasa semua orang, sebab belum tentu menemukan kembali orang-orang baik yang sama di mas ayang lain.
Iya, orang baik adalah rezeki yang tidak ternilai. Bersamaan dengan itu, Ridho juga sudah jarang menghubungi Laras.
Laras memahami setiap orang ada masanya, tetapi tidak menebak bahwa akan sesulit itu. Setahun berlalu, Lia mengabarkan akan kembali dan meet up bersama Laras.
"Ras, aku diajakin proses dan udah selesai, bentar lagi akad"
"Ta'aruf? Siapa? MasyaAllah...udah selesai baru cerita ih..."
"Menjauhkan dari yang gak diinginkan, meski banyak sekarang kadang tunangan udah kayak publish nikahan. Cinta dalam doa dan penantian cinta yang suci"
Laras tertawa mendengar ucapan Lia, sebab baru saja kemarin bersama ibunya berbeda pendapat tentang hal tersebut. Memang benar, PR besar kadang ada di keluarga sendiri.
Bagaimana memberikan pemahaman supaya menjaga keberkahan semuanya.
Penantian cinta akan baik apabila cara dan jalannya baik. Cinta dalam diam atau bersama cinta dalam doa adalah benar saja, terlebih realisasinya sesuai aturanNya.
"Ridho"
Seketika pikiran Laras lambat mencerna ucapan Lia.
"Ridho? Muhammad Ridho?" Lia mengangguk dengan senyum merekahnya.
Laras senang bukan main, jadi ia bisa main ke satu rumah, tetapi bertemu kedua temannya.
Lain sisi, dadanya ada rasa sesak yang tidak bisa dideskripsikan. Seperti ada penantian yang sia-sia, ia mempertanyakan apakah itu cinta dalam diam atau diam-dia hatinya melakukan penantian cinta.
Semenjak hari Lia mengundangnya, nafsu makan Laras seketika menurun dan banyak tidur dibanding aktivitas biasanya. Laras harus diopname karena tipus, semua keluarga mengherankan hal itu sampai akhirnya ia bercerita kepada kakaknya.
Ia mengingat juga kata "sisterlillah" kepada Lia untuk terus bernapas kuat. Tentang ia yang terus harus menahan sesak dan mengakui ia patah hati.
Cinta dalam diamnya, cinta dalam doa yang ia sebut nama ridho dan bahkan rasa penantian cintanya yang sia-sia. Semua di luar kendalinya.
Ia tidak menyadarinya sama sekali. Ia ungkapkan semua kepada sang kakak.
" Gapapa, dampingi terus Lia-nya. Sakit memang, tapi kan kehendak Allah harus selalu kita yakini baik buat kita. Anggap latihan. Malah sakit gini, sabar ya" kakak tetaplah kakak, ia akan menertawakan adiknya terlebih dahulu sebelum memberi penenangan atau sebaliknya.
Butuh waktu hampir dua pekan Laras baru sembuh dan dapat beraktivitas seperti biasa, lain sisi pernikahan Lia akan segera dilaksanakan.
Laras memutuskan menemani Lia dalam persiapan termasuk soal gedung dan hal-hal lainnya.
Di gedung banyak pernak pernik hiasan yang sudah siap dipasang, ada hal ganjil di bangunan yang membuat Laras bicara kepada Lia, tetapi dari pihak gedung mengatakan tidak apa-apa.
Ada rela yang harus dibayarnya tunai, meski dia sadar betul cinta dalam diamnya berakhir sendu.
Lia sempat berpikir terlalu over karena beberapa masalah kecil, namun berhasil diyakinkan Laras bahwa semua akan berjalan baik, sebab mereka menuju hal baik yang Allah ridhoi.
"Proses kalian baik dan menuju ibadah yang baik, insyaallah, Allah membersamai. Orang yg prosesnya belum tentu baik atau bahkan menuju hal gak baik aja bisa tenang banget, masak kamu mau gak tenang gini yak, inget! Was wis wus, dari syaiton" Laras tertawa untuk kalimat terakhirnya. Kapan lagi dapat pahala dengan mudah, memfitnah syaitan misalnya.
Sepulang dari sana, Laras sempat terasa ingin jatuh, asam lambungnya naik. Tapi hatinya lebih tenang dari beberapa pekan kemarin. Masih ada rasa terhimpit di dada, tetapi tidak sekuat itu lagi.
Laras bisa mengatasinya dengan mengingat bahwa semua yang Allah kehendaki adalah hal baik.
"Barakallah...bentar lagi jadi istri Ridho. Yaampun gak nyangka Ridho bakal jadi suami orang.
Ada juga yang mau ya" tawa Laras sebenarnya dipaksakan, tapi sudah berminggu-minggu ia latihan di dalam kepalanya membayangkan Ridho akad dengan Lia, minimal itu sudah sakit di kepalanya, jadi lebih muda hatinya menerima nampak kenyataan yang tinggal beberapa menit lagi terjadi.
Selama menunggu, Laras sibuk menemani Lia dan juga menemani keponakan-keponakan Ridho yang dahulu ia kenal melalui telepon.
Bahkan ada satu yang dianggap mirip dengannya dan benar saja ia nampak melihat dirinya sendiri dalam segi perilaku.
"Tante yang pas itu pake foto gambar anak kecil bawa boneka pink kan ya?" Laras tertawa mengingat momen di balik telpon seorang anak kecil menanyakan kenapa fotonya begitu. Dia tidak punya jawaban sama sekali.
Laras menenangkan keponakan-keponakan Ridho saat akad karena rata-rata ingin keluar sebab panas. Lia ditemani ibunya dan ibu Ridho.
"...dengan mas kawin tersebut, dibayar tu..nai"
"Sah?"
"SAH!"
"Alhamdulillah"
Brakkk!!!
Sebuah suara beriringan dengan kalimat sah, semua melihat ke sumber suara.
"Umiii... Abang takut. Huwaaa..."
"Bang Malik, sini nak, Allah lindungin Malik. Insyaallah."
"Tante mii, Tante..."
Tangis Malik, keponakan Ridho menjadi semakin parah ketika ia tahu bahwa yang melindunginya adalah Laras yang tengah menahan lukanya. Berusaha untuk tetap sadar, meskipun kelopak matanya sudah sangat berat.
"Laras, halo Ras, harus tetep sadar ya! Ambulans, tolong!!!"
Ridho yang dari akad langsung berdiri seketika melihat kondisi Laras. Laras dibawa ke UGD, di perjalanan seketika Laras tidak sadarkan diri. Laras sudah tidak bisa menahan kelopaknya.
Entah kenapa Ridho tiba-tiba menangis, ia seperti kehilangan seorang yang cukup berarti untuknya.
Ketika ia menghilang dari kehidupan Laras untuk memperbaiki diri bersiap melamar Lia, ia belum bicara apa pun.
Ia cukup kaget ketika Laras sudah tahu saat ia mengirim undangan.
"Katanya janji bakal kasih tau, payah ih. Aku taunya dari Lia. Tapi gpp. Congratulation Bro!" Begitu kurang lebih ucapannya.
Seolah semua kenangan bersama Laras berputar di kepalanya. Lia bukan satu-satunya pilihannya, Laras sempat terbesit di pikirannya untuk ia pilih.
Saat ia mempertanyakan pilihan dengan ibunya, Lia lah yang dipilih dan berakhir pelamaran Lia.
Ada sesak yang tidak bisa dijelaskan. Terlebih kepala bagian belakang Laras yang kena dan berdarah, tindakan untuk tetap sadar, bagian kepala yang bahaya, semua ia tahu dari Laras yang suka sekali sharing tentang kesehatan.
Baca Juga: Cerpen Tema Persahabatan: Stella, Sang Bintang yang Bercahaya Cinta, Simak Cerita Selengkapnya!
Meskipun dia bukan dari pendidikan kesehatan.
Dokter dan perawat hilir mudik menyiapkan alat, Laras sempat koma beberapa jam hingga kakak-kakaknya datang semua.
Tanah basah itu seolah menyapa dengan gurau, bersama kandung awan yang perlahan turun membasahi.
Memberi padat pada gundukan yang sedari pagi sudah digali.
"Ikhlas Kamu InsyaAllah sampai surga dek"
Nisan tertulis Larasati bin Abdullah menjadi saksi renungan setiap orang di sana.
Semua merasakan kesedihan mendalam tanpa terkecuali Lia yang merasa terpukul. Terlebih tepat di hari pernikahannya.
Sudah ada kerisauan tentang bangunan yang akhirnya runtuh.
Sebuah surat diberikan kakak Laras untuk Ridho dan Lia, dari buku milik Laras yang seakan tahu waktunya sebentar lagi.
Dear Aku,
Iya. Aku bangga sama kebesaran hati dan ego aku. Allah baik, pasti baik. Hanya ingin dan terus berdoa.
Baca Juga: Cerpen Inspiratif Islami: Kisah Cinta dan Kebaikan Aisha, Gadis yang Inspiratif dalam Islam
Semoga Aku, Larasati, yakin terus sama kehendak Allah dan luas hatinya menerima segala hal yang dikehendakinya yang gak sesuai dengan keinginan aku.
Aku bahagia Lia dan Ridho bersatu dalam satu atap.
Keduanya orang baik di kehidupan aku. Iya, mereka terlalu baik buat ditukar sama rasa aku yang gak seberapa ini.
Hanya ingin segera pudar.
Kepada Allah pembolak-balik hati, aku memohon padamu, balikkan hati Ridho dan Lia juga buat terus bahagia dalam rangkaian ibadah terpanjang mereka.
Aamiin allahumaamiin.***
Sobat Genmuslim yang baik hatinya, ingin mendapat berita update setiap hari dari Genmuslim.id? Ayo gabung di Grup Telegram "GENMUSLIM NEWS", caranya klik link https://t.me/genmuslimnews, kemudian join. Langkah pertama install aplikasi Telegram di Ponsel.