GENMUSLIM.id — Dari perempuan yang menyimpan belati di dalam tubuhnya sendiri.
Aku tahu menunggu itu membosankan—tapi aku tetap melakukannya. Mungkin harapanku ada yang akan bertandang di tengah penantian.
Aku tahu menunggu itu hanya membuang-buang waktu. Tapi seperti terperangkap dalam euforia—aku larut saja mengikut alur yang terkisah.
Aku tahu menunggu itu adalah menyerahkan diri dalam ketidakpastian. Tapi aku tidak peduli, bukankah dalam hidup ini memang tidak ada yang pasti selain kematian.
Baca Juga: Prosa di Penghujung Juli: Dan Inilah Segala Resahku yang Tak Kunjung Sudah
Perihal kapan dan dimana datangnya juga tidak ada yang tahu. Biarkan saja aku begini, mendulang ketidakpastian itu untuk kunikmati sendiri. Aku yang tahu bagaimana semua rasa itu bersemayam dalam diriku.
Percaya atau tidak, aku pernah meletakkan rasa kagum itu pada dirimu. Sosok yang menghampiri tatkala hati dirundung pilu.
Masih teringat begitu jelas langkah-langkah kecil kita yang tanpa sadar selalu membawa kepada temu.
Baca Juga: Cerpen Tema Patah Hati: Upaya Berdamai dengan Masa-masa yang Lalu
Aku gadis yang luar biasa, katamu. Dan sampai kepada kalimat ini dituliskan, masih saja terdengar ambigu.
Pertemuan-pertemuan kita itu membawaku terus mengenang. Kamu yang terus bersikukuh memandang, sementara aku selalu saja pergi menghilang.
Ucapanku kerapkali tak dapat dipegang, maafkan jika aku sempat membuatmu seperti orang yang terbuang.
Baca Juga: Hati-hati, Kaum Rebahan Lebih Rentan Terkena Varises. Kok Bisa ? Yuk, Cek Faktanya !
Aku selalu berusaha meyakinkan diri, tapi dilema itu selalu saja datang menghadang. Membuatku ragu lalu merapuh.
Dan kini yang tersisa hanya serpihan-serpihan rindu yang tak ku tahu kapan berujung temu.
