GENMUSLIM.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pemuda yang menunda pernikahan paling banyak di Jakarta, Aceh, dan Sumatera Utara.
Diantara ketiganya, Jakarta menempati urutan pertama yang paing banyak yakni 80 persen. Disusul Aceh dengan angka 79,94 persen lalu Sumatera Utara 75,43 persen.
Menurut BPS, meningkatnya persentase pemuda yang belum menikah salah satunya disebabkan oleh kebijakan usia minimal perkawinan dalam Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan.
UU tersebut mengubah ketentuan dalam Undang-Undang Pernikahan Nomor 1 Tahun 1974 tentang batas usia minimal bagi perempuan untuk menikah.
Dari yang sebelumnya 16 tahun menjadi 19 tahun, sama dengan batas usia minimal bagi laki-laki untuk menikah.
Jika melihat DKI Jakarta sebagai kota metropolitan, yang mana perbandingan jumlah imigran yang lebih besar yakni hampir 75 persen daripada warga asli yang hanya 25 persen, fenomena menunda pernikahan aias waithood ini tampaknya merupakan langkah untuk memperbaiki kondisi finansial atau mengejar dunia pendidikan dan karir.
Imigran yang datang mengadu nasib di Ibu Kota secara psikologis memiliki prioritas pada memperbaiki kondisi ekonomi mereka.
Khususnya bagi laki-laki, ketidaksiapan secara finansial dapat pula menjadi faktor utama yang mendorong mereka untuk menunda pernikahan.
Hal ini juga dilatarbelakangi oleh budaya pernikahan yang mahal.
Contohnya saja Aceh yang memiliki penurunan jumlah pernikahan terbanyak kedua setelah Jakarta dengan angka 75,94 persen.
Modal pernikahan yang harus dikeluarkan saat melamar calon istri secara adat Aceh memiliki besaran yang fantastis, yakni antara 3 sampai 7 mayam.
Jika dikakulasi, maka 1 mayam sama dengan 2,8 - 3 gram emas murni.