Fenomena Cancel Culture dalam Kasus Olokan Gus Miftah ke Penjual Es Teh Manis: Penghakiman Publik Lewat Medsos

Photo Author
- Minggu, 15 Desember 2024 | 11:10 WIB
Poster Petisi 'Copot Gus Miftah dari Jabatan Utusan Khusus Presiden' pada 4 Desember 2024 (Foto: GENMUSLIM.id/dok: change.org)
Poster Petisi 'Copot Gus Miftah dari Jabatan Utusan Khusus Presiden' pada 4 Desember 2024 (Foto: GENMUSLIM.id/dok: change.org)

GENMUSLIM.id - Fenomena cancel culture (budaya pembatalan) kian banyak digaungkan para pengguna media sosial (medsos), sebagai tanggapan atas adanya skandal tertentu.

Seperti sebagian warganet di Indonesia yang menyoroti kasus olokan Gus Miftah selaku pejabat publik yang dinilai berperilaku tidak etis terhadap pedagang es teh bakul bernama Sunhaji.

“Yo kono didol, gobl*k! (Sana dijual, gobl*k)” ucapan Gus Miftah ke pedagang es teh bakul yang viral di media sosial hingga membuat publik merasa kecewa.

Pada 4 Desember 2024, tampak sebuah petisi berjudul 'Copot Gus Miftah dari Jabatan Utusan Khusus Presiden' sebagai bentuk penghakiman publik terhadap sang pembantu Presiden RI, Prabowo Subianto.

Gejolak kasus ini mulai terasa menurun kala Gus Miftah mengungkap permohonan pengunduran dirinya pada 6 Desember 2024.

Berkaca dari hal itu, mari memahami lebih jauh tentang fenomena cancel culture yang dapat membuat redup karier dari seorang public figure (tokoh publik).

Baca Juga: Buya Yahya Akhirnya Ikut Mengkritik Gus Miftah Terkait Candaan Penjual Es Teh: Tak Mencerminkan Akhlak Mulia

Apa Itu Cancel Culture?

Dikutip dari Britannica, cancel culture artinya sebuah upaya boikot secara massal terhadap tindakan seseorang yang dinilai menyinggung sesuatu atau tidak etis yang umumnya terjadi di medsos.

Pada dasarnya, budaya pembatalan publik itu merujuk pada tindakan untuk berhenti memberikan dukungan terhadap tokoh publik yang telah melakukan suatu hal negatif.

Seseorang yang mendapatkan boikot melalui gerakan ini umumnya akan merasakan dampak penurunan karier karena tak dapat lagi kepercayaan dari masyarakat.

Siapa Saja yang Terancam?

Dikutip dari The Private Therapy Clinic, cancel culture pada dasarnya evolusi dari istilah boikot.

Sebagian besar tokoh yang dapat dihakimi oleh publik atas tindakan tidak etisnya, adalah selebriti, pejabat negara, maupun pengusaha terkemuka.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Muhammad Reza Nurcholis, S.Si

Sumber: Britannica, Pew Research Center, Change Org

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Terpopuler

X