Namun, masalah muncul ketika hak-hak perempuan dalam pernikahan tidak terlindungi karena tidak adanya catatan resmi.
Jika seorang laki-laki berbuat macam-macam atau meninggalkan istrinya tanpa perceraian yang sah, si perempuan tidak memiliki bukti untuk menuntut cerai di pengadilan karena tidak ada hitam di atas putih.
Hal ini berbeda jika pernikahan tercatat di KUA; si perempuan dapat menuntut cerai apabila suaminya melanggar hak-haknya.
Salah satu risiko terbesar dari nikah siri adalah jika suami pergi tanpa meninggalkan talak yang sah, dan si istri menikah lagi, maka pernikahan kedua tersebut dianggap zina karena ikatan dengan suami pertama belum terputus secara syar'i.
Oleh karena itu, penting untuk memahami risiko dari nikah siri dan mempertimbangkan untuk mencatatkan pernikahan secara resmi demi perlindungan hak-hak dalam rumah tangga. ***