Si pengemis terlihat sangat bergembira, hingga bersyukur berkali-kali.
Hal ini membuat Budiman tertegun, ia tak menyangka bahwa respon dari si pengemis akan begitu mengharukan baginya.
Budiman hanya berpikir bahwa si pengemis hanya akan mengucapkan terimakasih saja, tanpa ada rentetan doa yang begitu panjang.
Dari ucapan pengemis itu, dia sadar bahwa si pengemis dan anaknya memang sangat membutuhkan makan.
Budiman menceritakan kepada istrinya tentang penambahan uang 10 ribu rupiah kepada si pengemis.
Mulanya, istrinya tak setuju sama sekali. Namun, ketika Budiman berkata,
“Bu, aku memberikan mereka sedekah 10 ribu rupiah, dan ucapan syukurnya begitu panjang dan berkali-kali.
Sementara aku yang baru saja mendapatkan gaji dengan nilai berdigit hanya tersenyum menerimanya.
Aku terlupa mengucapkan syukur kepada Allah. Aku malu kepada Allah, Bu.
Jika demikian, siapakah yang akan masuk surga?
Apakah dia yang menerima 10 ribu rupiah itu dengan ucapan syukur yang penuh dengan kesungguhan?
Atau aku yang mendapatkan nilai yang lebih banyak darinya namun tak sedikitpun mengucapkan hamdalah.”
Air mata pun jatuh di pipi Budiman juga sang istri.
Sudahkah kita bersyukur? Bukankah nikmat yang Allah berikan sudah begitu banyak?