Dalam situasi tersebut, kebutuhan pribadi seseorang harus dipenuhi dan tidak bisa digantikan oleh siapapun.
Namun, Buya Yahya juga memberikan panduan khusus bagi mereka yang menjadi istri kedua.
Menurutnya, istri kedua harus mempersiapkan diri dengan berbagai macam kesabaran dan ketabahan, serta harus siap untuk mengurangi tuntutan terhadap suami.
Hal ini penting karena suami yang memiliki dua istri akan memiliki beban yang lebih besar.
Istri kedua harus memastikan bahwa dirinya tidak menjadi beban tambahan dan tidak mengganggu kehidupan istri pertama.
Dalam pernikahan kedua yang tersembunyi, Buya Yahya mengingatkan bahwa idealnya pernikahan sebaiknya diketahui oleh pihak keluarga dan kerabat terdekat.
Hal ini untuk menghindari potensi penzaliman terhadap hak-hak istri kedua, seperti hak cerai atau hak nafkah, yang mungkin saja dilanggar tanpa ada pihak yang mengetahui.
Namun, dalam kondisi darurat, pernikahan tersembunyi masih bisa dipertimbangkan jika memang benar-benar dibutuhkan.
Meski begitu, Buya Yahya mengingatkan agar ada saksi yang mengetahui pernikahan tersebut, terutama jika kelak ada keturunan yang harus diakui.
Transparansi tetap menjadi hal penting dalam pernikahan, meskipun dilakukan secara tertutup.
Pada akhirnya, Buya Yahya menegaskan bahwa kebutuhan pribadi seperti menikah adalah sah dalam Islam, dan seorang wanita berhak untuk menikah kembali jika memang membutuhkan pasangan.
Orang tua atau keluarga yang melarang tanpa alasan yang jelas seharusnya memahami kebutuhan ini, karena menghalangi pernikahan halal hanya akan membuka pintu bagi jalan yang tidak diinginkan. ***