GENMUSLIM.id – Belakangan sedang bersliweran isu terkait larangan penggunaan jilbab bagi wanita, mulai dari paskibraka sampai dengan syarat di sebuah tempat bekerja di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan.
Menjadi sebuah pertanyaan besar, apakah berjilbab mengganggu kinerja seorang wanita?
Atau jangan-jangan pelarangan itu dilandasi oleh alasan kebencian terhadap syariat Islam?
Satu hal yang pasti ialah bahwasanya persoalan ini mengemuka dan ramai diperbincangkan di ruang-ruang publik.
Padahal pelarangan menggunakan jilbab bagi wanita ini dalam kacamata hukum di negara Indonesia jelas melanggar konstitusi, tepatnya pelanggaran terhadap hak konstitusional sebagai warga negara.
Baca Juga: Paskibraka Putri SIT Ukhuwah Pagaden Subang Tetap Mengenakan Jilbab, Acara Berlangsung Khidmat
Apa sebab? Tentu saja Penggunaan jilbab ini merupakan bentuk ekspresi keberagamaan seseorang yang wajib untuk dilindungi dan diberikan ruang.
Dilansir oleh GENMUSLIM.id pada Senin, 9 September 2024 dari mui.or.id bahwasanya dalam Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) UUD NRI 1945 disebutkan, negara menjamin adanya kebebasan dan kemerdekaan beragama seseorang beserta aktivitas peribadatan dan ekspresi berkeyakinan.
Senada dengan isi pasal di atas, Pasal 22 UU 39/1999 menyebutkan bahwa negara harus menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan, termasuk di dalamnya ekspresi tata busana berpakaian sebagai bagian dari ekspresi berkeyakinan.
Sampai di sini kita dapat poin yang amat terang benderang, yakni pengaturan kebebasan penggunaan jilbab dalam sejumlah undang-undang dikategorikan sebagai hak asasi manusia atau HAM.
Maka dari itu, pelarangan penggunaan jilbab di tempat kerja merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang mana keberadaannya tidak dapat dikurangi, dihalangi, dan diekspansi.
Oleh karena hal tersebut melekat secara instrinsik dalam internal warga negara sedari ia dilahirkan.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 024/PUU-III/2005 dengan tegas memaknai tindakan diskriminatif apabila terdapat pembedaan kebijakan yang didasarkan pada agama, ras etnik, kelompok, golongan, status sosial dan ekonomi, jenis kelamin, dan keyakinan politik.