GENMUSLIM.id – Poligami adalah salah satu topik yang sering kali dianggap tabu, padahal islam tidak pernah melarang praktik ini.
Dalam alquran, dalil yang sering disebutkan untuk meluruskan pemahaman poligami yang keliru adalah QS. An-Nisa ayat 3, yang artinya:
“… dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat.”
Meski demikian, apakah boleh seorang istri menolak dipoligami? Bagaimana islam memandang sikap istri yang seperti ini?
Terkait hal ini, Ustadz Wijayanto, dalam channel YouTube-nya seperti yang dikutip GENMUSLIM, Minggu, 25 Agustus 2024, menyebutkan bahwa suami yang ingin menikah lagi pada dasarnya tak harus meminta izin kepada istri.
Baca Juga: Inilah Tanggapan Ustadz Wijayanto, Apabila ada Orang yang Mengaku Dirinya Bisa Meramal Masa Depan
Akan tetapi, Ustadz Wijayanto menekankan bahwa salah satu tujuan pernikahan adalah membahagiakan pasangan, maka sudah selayaknya suami mesti meminta izin kepada istri apabila ingin poligami.
“Seorang istri yang melonggarkan suaminya untuk menikah lagi (poligami), maka akan terbuka baginya pintu ke-4 dari surga. Tetapi istri yang keberatan untuk di madu, boleh mengajukan keberatannya,” ucap ustadz Wijayanto.
Berkenaan dengan hal ini, ulama Syafiiyah dan Hanabilah berpendapat :
ذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ إِلَى أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ أَنْ لاَ يَزِيدَ الرَّجُل فِي النِّكَاحِ عَلَى امْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ مِنْ غَيْرِ حَاجَةٍ ظَاهِرَةٍ ، إِنْ حَصَل بِهَا الإِعْفَافُ لِمَا فِي الزِّيَادَةِ عَلَى الْوَاحِدَةِ مِنَ التَّعَرُّضِ لِلْمُحَرَّمِ ، قَال اللَّهُ تَعَالَى وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ، وَقَال رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "مَنْ كَانَ لَهُ امْرَأَتَانِ يَمِيل إِلَى إِحْدَاهُمَا عَلَى الأُخْرَى جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَدُ شِقَّيْهِ مَائِلٌ"... وَيَرَى الْحَنَفِيَّةُ إِبَاحَةَ تَعَدُّدِ الزَّوْجَاتِ إِلَى أَرْبَعٍ إِذَا أَمِنَ عَدَمَ الْجَوْرِ بَيْنَهُنَّ فَإِنْ لَمْ يَأْمَنِ اقْتَصَرَ عَلَى مَا يُمْكِنُهُ الْعَدْل بَيْنَهُنَّ ، فَإِنْ لَمْ يَأمَنْ اقْتَصَرَ عَلَى وَاحِدَةٍ لِقَولِه تَعَالَى فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً
Artinya : Bagi kalangan Syafi’iyah dan Hanbaliyah, seseorang tidak dianjurkan untuk berpoligami tanpa keperluan yang jelas, karena praktik poligami berpotensi menjatuhkan seseorang pada yang haram (ketidakadilan). Allah berfirman: Kalian takkan mampu berbuat adil di antara para istrimu sekalipun kamu menginginkan sekali.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘Orang yang memiliki dua istri, tetapi cenderung pada salah satunya, maka di hari Kiamat ia berjalan miring karena perutnya berat sebelah.’ ... Bagi kalangan Hanafiyah, praktik poligami hingga empat istri diperbolehkan dengan catatan aman dari kezaliman (ketidakadilan) terhadap salah satu dari istrinya. Kalau ia tidak dapat memastikan keadilannya, ia harus membatasi diri pada monogami berdasar firman Allah, ‘Jika kalian khawatir ketidakadilan, sebaiknya monogami, (Lihat Mausu’atul Fiqhiyyah, Kuwait, Wazaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah, cetakan pertama, 2002 M/1423 H, juz 41, halaman 220).
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa istri yang menolak dipoligami tidak berdosa, apalagi dikategorikan menentang firman Allah terkait kebolehan poligami.
Sekali lagi, kalau pun seorang wanita tidak mau dimadu atau seorang lelaki tidak mau berpoligami tidak ada masalah.