Karena itu, dalam praktiknya, satu bulan Hijriah bisa memiliki 29 hari atau 30 hari, tergantung pada fase bulan yang diamati.
Variasi ini mencerminkan cara kalender Hijriah yang berdasarkan pengamatan langsung terhadap bulan.
Kepastian jumlah hari dalam satu bulan Hijriah sering menjadi tantangan karena metode rukyat (pengamatan bulan) memiliki keterbatasan.
Rukyat hanya dapat dilakukan di wilayah tertentu yang dapat melihat hilal (bulan sabit baru), sehingga tidak mencakup seluruh permukaan bumi.
Hal ini membatasi kemampuan untuk memastikan awal bulan secara global.
Oleh karena itu, metode hisab (perhitungan astronomis) menjadi solusi yang lebih akurat dan dapat diandalkan untuk menentukan kalender Hijriah.
Syekh Syaraf al-Qudah mengemukakan bahwa penetapan bulan kamariah harus didasarkan pada hisab untuk menghindari ketidakpastian.
Dengan demikian, variasi jumlah hari dalam Kalender Hijriah yang berkisar antara 29 dan 30 hari adalah hasil dari interaksi antara prinsip syariat dan perhitungan astronomis.
Hal ini menunjukkan keunikan kalender Hijriah dan pentingnya metode hisab dalam menetapkan tanggal-tanggal penting dalam kehidupan umat Islam. ***