Kaitannya dengan gelar haji, pada hakikatnya gelar haji itu bukan gelar yang mengandung ejekan.
Sehingga tidak ada yang salah dengan gelar itu bila memang sudah menjadi kelaziman di suatu tempat.
Namun, gelar haji memang bukan hal yang secara syar'i ditetapkan, melainkan gelar yang muncul di suatu zaman tertentu dan di suatu kelompok masyarakat tertentu.
Gelar seperti ini secara hukum tidak terlarang.
Sedangkan dari sisi riya' atau atau tidak, semua terpulang kepada niat dari orang yang memakai gelar itu.
Kalau dia sengaja menggunakannya agar dipuji orang lain, atau biar kelihatan sebagai orang yang beriman dan bertaqwa, sementara hakikatnya justru berlawanan, maka pemakaian gelar ini bertentangan dengan akhlaq Islam.
Dan kasus seperti ini sudah banyak terjadi. Sebutannya pak haji tapi kerjaannya sungguh memalukan, entah memeras rakyat, atau melakukan banyak maksiat terang-terangan di muka umat atau hal-hal yang kurang terpuji lainnya.
Maka gelar haji itu bukan masuk bab riya' melainkan bab penipuan kepada publik.
Akan tetapi, ada kalannya gelar haji itu punya nilai positif dan bermanfaat serta tidak masuk kategori riya yang dimaksud.
Salah satu contoh kasusnya adalah pergi hajinya seorang kepala suku di suku pedalaman, yang nilai-nilai keislamannya masih menjadi banyak pertanyaan banyak pihak karena banyak bercampur dengan khurafat.
Ketika kepala suku ini diajak pergi haji, terbukalah atasnya wawasan Islam dengan lebih luas dan lebih baik.
Fikrah yang menyimpang selama ini menjadi semakin lurus.
Maka sepulang dari pergi haji, gelar haji pun dilekatkan pada namanya.
Dan rakyatnya akan semakin mendapatkan pencerahan dari kepala suku yang kini sudah bergelar haji.