Hukum Puasa Ramadhan Bagi Pekerja Berat, Bagaimana Ketentuan dan Syarat-syarat yang Harus Diperhatikan

Photo Author
- Sabtu, 23 Maret 2024 | 06:59 WIB
Hukum Puasa Ramadhan untuk Pekerja Berat ((Foto: GENMUSLIM.id/dok: Freepik.com/ Freepik))
Hukum Puasa Ramadhan untuk Pekerja Berat ((Foto: GENMUSLIM.id/dok: Freepik.com/ Freepik))

GENMUSLIM.id - Hukum puasa Ramadhan adalah hal wajib yang harus dijalankan oleh seluruh umat islam.

Tetapi mencari nafkah untuk keluarga pun sama wajibnya bagi seorang kepala keluarga, lantas bagaimana hukum puasa Ramadhan bagi para pencari nafkah yang mengharuskan mengeluarkan tenaga ekstra dalam bekerja.

Oleh karena itu terkadang sejumlah orang pada profesi tertentu merasa berpuasa akan mengurangi tenaga yang diperlukan. Mereka adalah orang-orang dengan pekerja berat, lantas bagaimana hukum puasa Ramadhan untuk mereka ?

Pertama yang harus kita pelajari terlebih dahulu adalah mengenai syarat-syarat boleh membatalkan Puasa.

Dimana dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin,Sayyid `Abdur Rahman bin Muhammad bin Husain bin `Umar al-Masyhur menjelaskan bahwa pekerja berat tidak diperbolehkan membatalkan puasanya kecuali  memenuhi 6 syarat berikut:

Baca Juga: Simak! Jadwal Imsakiyah dan Buka Puasa Ramadhan untuk Wilayah Sulawesi Selatan, Tanggal 28 Maret hingga 3 April 2024

  1. Pekerjaannya tidak bisa ditunda sampai bulan syawal.
  2. Tidak bisa dikerjakan di malam hari. Atau bisa dikerjakan di malam hari akan tetapi akan mengalami kerugian, seperti menimbulkan rusaknya hasil panen.
  3. Terjadi masyaqqot (kelelahan) pada waktu melakukan pekerjaan.
  4. Di Malam hari tetap wajib niat, di pagi hari berpuasa baru setelah benar-benar menemukan masyaqqot (kepayahan) boleh berbuka/membatalkan puasanya.
  5. Saat berbuka diniati melakukan keringanan hukum syariat.
  6. Bekerjanya tidak dijadikan tujuan atau membebani diri di luar batas kemampuan agar dapat keringanan berbuka puasa.

Dalam hal point yang menerangkan perihal ‘masyaqqot’ atau kelelahan ada beberapa perbedaan pendapat sebagai berikut:

Baca Juga: Muslim dan Muslimah, Ayo Kenali Perbedaan Pacaran dan Taaruf? Lalu Kapan Pacaran Diperbolehkan? Kamu Harus Tahu Ini!

  1. Masyaqqot yang membahayakan terhadap dirinya seukuran diperbolehkannya melakukan tayammum atau sholat dengan duduk.
  2. Masyaqqot yang setara atau bahkan lebih dari masyaqqotnya puasa dalam bepergian menurut Imam izzuddin bin abdissalam.

Jika diambil dari penjelasan Imam Nawawi Al-Bantani dalam Nihayatuz Zain fi Irsyadin Mubtadi’in ada beberapa penjelasan spesifik yang disampaikan

Di mana beliau juga sebelumnya menjelaskan terlebih dahulu bagaimana status wajib puasa bagi orang sakit.

Menurut penjelasan beliau kondisi pekerja berat akan diukur dari keadaan orang sakit, dilihat dari sejauh mana tingkat kesulitan yang dialami keduanya.

“Ulama membagi tiga keadaan orang sakit (dalam hal puasa). Pertama, kalau misalnya penyakit diprediksi kritis yang memperbolehkan melakukan tayammum, maka penderita makruh untuk berpuasa. Ia diperbolehkan tidak berpuasa.

Baca Juga: Pekerja Berat Tidak Puasa di Bulan Ramadhan demi Mencari Nafkah Keluarga, Apakah Boleh? Simak Penjelasannya!

Kedua, jika penyakit kritis itu benar-benar terjadi, atau ada dugaan kuat terjadi kritis, atau kondisi kritisnya dapat menyebabkannya kehilangan nyawa atau menyebabkan disfungsi salah satu organ tubuhnya, maka penderita haram berpuasa. Ia wajib membatalkan puasanya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Zaiyana Nur Ashfiya

Sumber: Instagram @pondoklirboyo

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Terpopuler

X