Mereka mengganti nama-nama dewa dengan nama-nama santo atau paus, dengan dukungan dari Kaisar Konstantine dan Paus Gregorius I.
Pada tahun 496 M, Paus Gelasius I menetapkan tanggal 14 Februari sebagai Hari Peringatan Santo Valentine agar lebih sesuai dengan ajaran Kristen.
Keputusan ini diambil sebagai bentuk penghormatan terhadap Santo Valentine yang diyakini wafat pada hari itu.
Perlu diketahui bahwa Santo Valentine adalah seorang tokoh Kristen yang dikenal sebagai pembela cinta, meskipun kisah hidupnya bervariasi dalam sejarah.
Bagaimana pandangan Islam mengenai fenomena ini? Perayaan Hari Valentine berasal dari luar kalangan Muslim, sehingga Islam melarang umatnya untuk mengikuti tradisi tersebut.
H. Arif Gunadi, M.Pd.I, Kepala Bagian TU Kanwil Kemenag DIY, pada Rabu, 14 Februari 2024 menjelaskan bahwa konsep kasih sayang dalam Islam tidak terbatas pada satu hari tertentu, karena dalam Islam, ungkapan kasih sayang dapat dinyatakan setiap saat.
"Kasih sayang merupakan amalan sehari-hari yang harus dihayati dan menjadi bagian dari karakter sejati umat Islam," ujarnya.
Arif Gunadi menambahkan bahwa Hari Valentine merupakan produk dari pemikiran Barat yang kemudian disalahartikan dengan beragam cara oleh beberapa kalangan.
"Ada yang menafsirkannya sebagai hari penciptaan cinta, hari kebebasan nafsu, hari perselingkuhan, hari pacaran, dan sebagainya," jelasnya.
Ditegaskan bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa melarang merayakan Hari Valentine.
Fatwa ini didasarkan pada tuntutan Alquran, Hadis, dan pendapat ulama, seperti Hadis Riwayat Abu Dawud yang menyatakan bahwa: "Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka" (H.R. Abu Dawud, no. 4031).
Baca Juga: 6 Tips Parenting untuk Orang Tua yang Sibuk, Catat Ya, agar Tidak Salah dalam Mendidik anak di Rumah
Menurut Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2017, umat Muslim diingatkan bahwa merayakan Hari Valentine pada setiap tanggal 14 Februari diharamkan. Hal ini didasarkan pada tiga alasan utama: