Alasan Ria Ricis Ceraikan Teuku Ryan: Suami Tidak Memberi Nafkah Batin, Bagaimana Pandangan Islam Tentang itu?

Photo Author
- Selasa, 6 Februari 2024 | 20:51 WIB
Ria Ricis dan Teuku Riyan (Genmuslim.id/dock/Dewi Mayangsari/Screenshot Instagram/ Ria Ricis @riaariccis))
Ria Ricis dan Teuku Riyan (Genmuslim.id/dock/Dewi Mayangsari/Screenshot Instagram/ Ria Ricis @riaariccis))

Pemberian nafkah yang diberikan oleh suami itu ada dua, berupa nafkah materi dan nafkah batin. 

Seperti yang tercantum dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu j. IX, h. 6832:

للزوجة حقوق مالية وهي المهر والنفقة، وحقوق غير مالية: وهي إحسان العشرة والمعاملة الطيبة، والعدل.

Artinya: "Bagi istri terdapat beberapa hak yang bersifat materi berupa mahar dan nafkah dan hak-hak yang bersifat non materi seperti memperbagus dalam menggauli dan hubungan yang baik serta berlaku adil."

Namun, jika seorang suami tidak bisa memberikan kewajibannya memberi nafkah, tapi istrinya rela dengan lapang dada, maka ikatan pernikahan tersebut bisa dipertahankan.

Baca Juga: Ria Ricis Gugat Cerai Teuku Ryan, Ini Tiga Anjuran Islam untuk Menjaga Keutuhan Rumah Tangga, Muslim Amalkan!

Seperti yang tercantum dalam Al-Quran surat Al-Talaq ayat 7 berikut ini:

لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِۦ ۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُۥ فَلْيُنفِقْ مِمَّآ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَا ۚ سَيَجْعَلُ ٱللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

Liyunfiq żụ sa'atim min sa'atih, wa mang qudira 'alaihi rizquhụ falyunfiq mimmā ātāhullāh, lā yukallifullāhu nafsan illā mā ātāhā, sayaj'alullāhu ba'da 'usriy yusrā

Artinya: "Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”.

Tetapi jika seorang istri merasa tidak terima dengan keadaan tersebut, seorang istri bisa menuntut haknya kepasa suami. 

Hal ini dijelaskan oleh Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm, juz VII, hal. 121:

قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى : لَمَّا دَلَّ الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ عَلَى أَنَّ حَقَّ الْمَرْأَةِ عَلَى الزَّوْجِ أَنْ يَعُولَهَا احْتَمَلَ أَنْ لَا يَكُونَ لَهُ أَنْ يَسْتَمْتِعَ بِهَا وَيَمْنَعَهَا حَقَّهَا وَلَا يُخَلِّيَهَا تَتَزَوَّجُ مَنْ يُغْنِيهَا وَأَنْ تُخَيَّرَ بَيْنَ مُقَامِهَا مَعَهُ وَفِرَاقِهِ 

Artinya: “Imam Syafi’i berkata, baik Alquran maupun sunah telah menjelaskan bahwa kewajiban suami terhadap istri adalah mencukupi kebutuhannya. Konsekuensinya adalah suami tidak boleh hanya sekadar berhubungan badan dengan istri tetapi menolak memberikan haknya, dan tidak boleh meninggalkannya sehingga diambil oleh orang yang mampu memenuhi kebutuhannya. Jika demikian (tidak memenuhi hak istri), maka isteri boleh memilih antara tetap bersamanya atau pisah dengannya,”

Seperti yang tercantum dalam buku nikah yang dibacakan oleh mempelai pria, dimana terdapat ta'liq talak yang berbunyi:

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Nila Marwa

Sumber: NU Online

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X