GENMUSLIM.id - Dalam sejarah intelektual Islam, filsuf yang bernama Ibnu Sina sangat dikenal, baik di dunia Islam sendiri, di Barat, maupun di belahan dunia lain, gagasan-gagasan besar dan jejak intelektualnya terekam dengan baik oleh sejarah.
Filsuf sekaligus ilmuwan besar Ibnu Sina lahir ketika peradaban Islam masih memimpin dunia kala itu, dengan kata lain menjadi aktor dominan dalam berbagai aspek kehidupan, oleh karena itu tak mengherankan jika Ibnu Sina sampai detik ini masih dikenang sebagai salah satu cendekiawan besar.
Di dalam buku Tiga Madzhab Utama Filsafat Islam, Ibnu Sina, Suhrawardi, dan Ibnu Arabi, Sayyed Hossein Nasr mengatakan, filsuf dan ilmuwan Ibnu Sina ini dikenal di Eropa dengan nama Avicenna, dan diberi gelar kehormatan ‘pangeran para dokter.’
Di dunia Islam, Ibnu Sina merupakan salah satu tokoh intelektual yang berpengaruh, yang berkontribusi besar dalam ilmu pengetahuan dan seni, sehingga juga diberi gelar Syaikh al Rais (pemimpin orang-orang bijak) dan Hujjatul Haq (bukti sang kebenaran).
Selain mendapat gelar-gelar yang sudah diuraikan di atas, Ibnu Sina juga mendapatkan gelar sebagai pangeran filsafat.
Dari uraian di atas, bisa dikatakan bahwa Ibnu Sina mempunyai kedalaman ilmu pengetahuan yang luar biasa kaya.
Filsuf dan ilmuwan Islam Ibnu Sina mempunyai nama lengkap Abu Ali Husain Ibn Abdillah Ibn Sina, lahir pada tahun 980 M di dekat Kota Bukhara, sekarang kawasan Asia Tengah sekaligus tempat lahirnya imam hadits terkemuka, yakni Imam Bukhari.
Ibnu Sina lahir di keluarga yang mencintai ilmu pengetahuan, sehingga orang tuanya mendukung tekad Ibnu Sina untuk terus belajar.
Baca Juga: Kisah Inspiratif: Syaikh Nawawi Al Banteni, Ulama Nusantara yang Mendunia dan Guru dari Pendiri NU
Di Kota Bukhara juga dia dibesarkan dan belajar mengenai ilmu kedokteran maupun ilmu-ilmu keislaman dengan ketat dan penuh ketekunan yang luar biasa.
Ketika usia sepuluh tahun, Ibnu Sina sudah berhasil menghafal Al Qur’an dan mempelajari disiplin ilmu agama Islam, seperti fiqh dan ushul fiqh, ilmu kalam, maupun tasawuf.
Saat menginjak remaja, Ibnu Sina juga telah belajar ilmu logika paling dasar, seperti mempelajari buku Isagoge dan Porphyry, Euclid dan Al Magest-Ptolemus.
Pada usia sepuluh tahun juga, selain sudah berhasil menghafalkan Al Qur’an dan belajar ilmu logika dasar, Ibnu Sina juga mempelajari tata bahasa Arab dan Persia, sekaligus belajar matematika.