Baca Juga: Cerpen Islami: Ali dan Kesabarannya dalam Menghadapi Setiap Masalah yang hadir dalam Kehidupannya
Pada tahun 1949 (umur 7 tahun) ia masuk ke jenjang Tahdhiry/Ibtida'iy dan tahun 1955 (umur 13 tahun) melanjutkan ke jenjang Tsanawiyah di Pesantren yang sama.
Dia menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1961 (umur 19) dan lulus di bawah jayyid mumtaz.
Selain belajar formal di pesantren Darussalam, ia juga belajar di berbagai halaqah di kediaman ulama di sekitar Martapura, sebagaimana kebiasaan pesantren Darussalam.
Tidak hanya itu, beliau juga belajar kepada beberapa guru di luar wilayah Martapura, diantaranya beliau belajar kepada Kyai M. Ain di Kampung Pandai Kandangan dan Kyai Muhammad di Gadung Rantau.
Sekitar tahun 1965, Abah Guru Sekumpul yang baru berusia 23 tahun pergi bersama pamannya Kyai Semman Mulia ke Bangil.
Di Bangil beberapa waktu dia dibimbing oleh Syekh Muhammad Syarwani Abdan.
Setelah mendapat bimbingan spiritual, sang guru menyuruh Abah Guru Sekumpul untuk pergi ke Mekkah menemui Sayyid Muhammad Amin Qutb untuk menerima pengajaran sufi darinya.
Sebelum berangkat ke Makkah, beliau bertemu dengan Kyai Falak (Mama Falak) Bogor dan mendapat gelar dan sanad suluk dan tarekatnya di sini.
Saat menunaikan ibadah haji, Abah Guru Sekumpul mendapatkan petunjuk langsung dari Sayyid Muhammad Amin Kutbi dan mendapatkan beberapa buku tasawuf.
Maka dari itu, Abah Guru Sekumpul belajar tasawuf dan suluk terutama dari tiga ulama, yaitu Syekh Syarwani Abdan di Bangil, Mama Falak di Bogor dan Sayyid Muhammad Amin Qutbiy di Makkah.
Selain itu, rantai keilmuannya terhubung dengan beberapa ilmuwan besar di Makkah.
Hal ini terlihat dari beberapa sanat dalam bidang ilmu dan tarikah yang beliau ambil dari berbagai ulama, antara lain Sayyid Muhammad Amin Qutbiy, Sayyid 'Abd al-Qadir al-Bar, Sayyid Muhammad bin 'Alwiy al-Malikiy, Syekh Hasan Masysyath , Syekh Muhammad Yasin al-Fadani, Kyai Falak Bogor dan Syekh Isma'il al-Yamani.