Baca Juga: VIRAL! Obat Tramadol Beredar Bebas di Karawang Membuat Ratusan Warga Kecanduan
Ibnu Attia berkata dari al-Bara bin Azib, al-Hasan dan Qotadah menjelaskan bahwa ayat tersebut memerintahkan tentang kesukarelaan, yang berlaku pada dua aspek yaitu, pemilik zakat dengan perintah yang diwajibkan, melarang yang buruk dan mengkhususkan yang wajib.
Ibnu Zayyd mengatakan bahwa harta yang diinfakkan adalah harta dari hasil kerja yang halal atau Thayyib.
Untuk makna yang kedua adalah Kasabtum yang memiliki arti “hasil kerja yang dilaksanakan dengan adanya kelelahan, profesi dan dan tukar menukar dalam perdagangan. Jadi kesimpulan makna dari Thayyibati Ma Kasabtum adalah tunaikan lah zakat dari hasil pekerjaan yang baik-baik dan pilihan.
Baca Juga: Keputihan Tiada Henti, Bahayakah? Cek Selengkapnya Disini!
2)Makna kedua, Ma Akhrajna lakum minal Ardhi (al-Baqarah: 267)
Di dalam ayat ini dijelaskan ada tiga kategori dalam konsep zakat yaitu, tumbuh-tumbuhan (pertanian dan perkebunan), pertambangan (hasil bumi: minyak bumi dll) dan rikaz (barang temuan harta karun).
Dari ketiga konsep tersebut merupakan sesuatu yang dihasilkan dari bumi.
Jadi zakat bisa dilaksanakan ketika salah satu dari konsep itu terpenuhi, selagi hal itu masih termasuk bagian dari hasil bumi.
3)Makna yang ketiga, Adz-Dzahaab wal Fidldlah (at-Taubah: 34)
Ayat ini menjelaskan tentang orang-orang yang gemar menimbun emas atau hartanya tanpa dizakatkan.
Kedua adalah, apabila harta seseorang telah mencapai 4000 dirham (al-Kanzu atau kelebihan harta dalam pemenuhan kebutuhan) dan ia tidak menzakatkan (Pendapat Ali bin Abi Thalib).
Ketiga adalah adanya harta yang dikumpulkan secara bersama-sama baik yang terlihat di bumi ataupun tersimpan di dalam bumi (harta karun).
Baca Juga: Sebelum Ikut Seleksi CPNS 2023, Kamu Harusl Tahu Kelebihan dan Kekurangan Menjadi Seorang PNS