Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad, dikisahkan ada seorang wanita mendatangi Nabi Muhammad bercerita bahwa ia telah bercerai namun mantan suaminya ingin mengambil hak asuh anaknya.
Nabi Muhammad pun menjawab, “Engkau lebih berhak mengasuhnya selama engkau belum menikah.”
Ibnu Taimiyah dalam Majmu Fatawa menjelaskan bahwa ibu lebih berhak dalam mengasuh anak.
Hal ini dikarenakan ibu lebih mengetahui kebutuhan anak daripada ayah mulai dari makanan, cara menggendong, menidurkan dan mengasuh.
Namun, Ibnu Taimiyyah memberikan catatan hal ini berlaku selama anak belum memasuki usia tamyiz berdasarkan syariat.
Adapun anak yang sudah sempurna akalnya, maka dia bisa memilih sendiri untuk hidup bersama ibu atau ayahnya.
Selain itu, ada beberapa hal yang dapat menghalangi seorang ibu untuk mendapatkan hak asuh, yaitu:
- Budak (ar riqqu)
Seorang ibu yang masih berstatus budak tidak mungkin mendapatkan hak asuh.
Karena ia pasti akan disibukkan dengan pekerjaan yang diberikan oleh majikannya sehingga tidak bisa leluasa mengasuh anak.
- Fasik
Fasik adalah orang yang mengerjakan maksiat sehingga keluar dari koridor ketaatan kepada Allah.
Itu berarti, dia tidak bisa dipercaya mengemban tanggung jawab pengasuhan.
Dan dikhawatirkan kebiasaan buruknya akan berdampak negatif bagi anak.
- Kafir
Kafir adalah sebutan untuk orang yang beragama selain Islam.