Pak Buyung adalah satu petani yang selalu menatap ke arah restoran tak jauh dari sawahnya. Restoran itu didirikan dengan menimbun area persawahan.
Tentu saja waktu itu sawah Pak Buyung salah satu yang ditawar agar lahan restoran menjadi lebih luas. Namun, Pak Buyung tak mau menjualnya.
Sawah adalah lahan pencahariannya. Jika sawahnya dijual, maka harta apalagi yang dimilikinya.
“Jual saja, Pak Buyung. Nanti uangnya dijadikan modal membangun angkringan di lapangan,” rayu Pak Lawu. Salah satu tetangganya yang datang bersama calon pemilik restoran.
Baca Juga: Info Loker 2023: Ingin Berkarir di Lion Wings? Ini Lowongan Kerja Terbaru untuk Bulan September!
Pak Lawu adalah orang pertama yang menjual lahan sawahnya karena iming-iming harga tinggi.
Calon pemilik restoran bahkan tak segan menawarkan harga tertinggi bagi siapa yang pertama kali menjual lahannya.
Mendengar hal tersebut, tanpa pikir panjang, Pak Lawu melakukan transaksi. Menjual sawahnya tanpa tersisa sepetak pun.
Padahal, uang yang diterima pada saat itu dapat dihasilkan melalui panen lima kali beruntun.
“Angkringan Pak Toba tiap malamnya bisa dapat keuntungan dua juta rupiah saking ramainya. Tidak perlu lagi berlumuran lumpur tiap kali musim tandur. Jual sajalah, Pak Buyung. Hanya tinggal lahan Pak Buyung saja yang belum dijual,” ujar Pak Lawu lagi.
Sementara itu, calon pemilik restoran hanya tersenyum di belakang Pak Lawu.
Saat itu Pak Buyung hanya tersenyum sambil menolak. Ia tak tergiur sama sekali.
Kota tempat tinggalnya ini sudah sangat minim persawahan. Semuanya sudah ditimbun dan didirikan gedung-gedung atau restoran.