GENMUSLIM.id- Cerpen bukan fantasi, tetapi ia menceritakan piring tanah liat bisa bicara terlebih banyak sekali permasalahan yang tidak usai.
Cerpen kali ini akan sedikit rumit dan membuat emosi, terutama bagian piring tanah liat.
Masing-masing dari kita pasti punya banyak pilihan, termasuk dalam cerpen piring tanah liat ini.
Tidak ada yang tahu akhirnya bagaimana, simak cerpennya.
Baca Juga: Fashion dengan Iman: Anti Jadi Jemuran Berjalan! Tips Menjaga Penampilan untuk Muslimah Modern
Sudah habis pikir, mau bagaimana menjadi muslimah yang baik bagi warga desa.
Apa harus menjadi seorang dengan tanpa melawan mendengarkan serta melihat saja apa yang dilakukan ibu tua kepada piring tanah liat peninggalan nenek.
Iya, aku dikenal selaku ustadzah di desa ini, muslimah yang menjadi panutan semua orang.
Dikala harus mengaji aku orangnya, saat ada kesurupan aku dicarinya, sedekah saja pasti mereka bilang aku masih sehat.
Baca Juga: Mengenal Nusyuz dan Syiqaq dalam Hubungan Pernikahan, Bahaya Jika Umat Islam Tidak Tahu Keduanya
Padahal aku yang sebatang kara ini setiap harinya ke ladang dan mengajar anak mereka.
Awalnya sebagai implementasi kepulangan ku darii pondok pesantren seusai orang tua tiada, aku menyibukkan diri dengan meramaikan rumah bersama anak-anak.
Aku yang awalnya senang menjadi beban ketika satu persatu orang membayar dan seolah memperkerjakan aku.
Seperti siang ini, heboh semua orang berkata “muslimah itu kena marah ibu-ibu, wajar saja, mengapa ia memarahi anaknya”.