Sepertinya bapak ini adalah penggemar sang bintang sepak bola, yaitu Kaka.
“Benar! Pak Buyung yang itu. Pak Buyung yang disayang hampir seluruh Kota Sawangan karena kebaikannya semasa kampanye lima tahun lalu. Dengar-dengar pendukungnya pun masih setia sampai sekarang, makanya kampanye Pak Amir bisa lancar di kota itu karena menyematkan nama Pak Buyung dalam promosinya,” jawab bapak berpeci putih tersebut.
Salah seorang dari mereka yang baru menyesap kopi kemudian masuk dalam obrolan. Ia berkata, “Pak Amir itu kurang taat beragama. Saya pernah mendengar warga sekitar tempat tinggalnya tak pernah melihatnya solat berjamaah di masjid, kecuali saat ia akan menyampaikan kampanye berkedok ceramah saat solat Jumat.”
“Ah, yang benar, Pak Prabu? Ini bisa jadi fitnah loh,” seru salah satu dari mereka yang memakai celana training. Sepertinya bapak ini pamit jogging, tetapi berakhir di warung kopi.
Baca Juga: Ngeluh Terus! Cerpen Cita Nino: Kesulitan dan Kemudahan Selalu Datang Berpasangan
“Saya tidak mengada-ada. Info ini saya dapatkan dari saudara saya yang rumahnya bersebelahan dengan Pak Amir. Saudara saya ini seorang takmir masjid, jadi dia cukup hapal siapa saja yang rajin beribadah jamaah,” jawab Pak Prabu.
Bapak bernama punggung Kaka itu kemudian menyahut. “Saya pernah tak sengaja wudhu bersebelahan dengan Pak Amir di sebuah kota sebulan sebelum namanya diajukan sebagai presiden. Saat itu beliau memang tampak bingung saat hendak wudhu. Beliau bahkan tak menggulung celananya dan membiarkan air membasahinya.”
“Aduh! Kalau begitu kita jangan memilih Pak Amir. Bagaimana mungkin kita bisa memilih seseorang yang bahkan tidak taat beragama. Jika tiang agamanya saja jarang dilakukan, bagaimana bisa dia akan memimpin kita? Bisa-bisa kita sebagai pemilih ikut terkena dosa di akhirat nanti,” balas bapak berpeci.
Mereka pun mengangguk-angguk, saling menyetujui. Sebenarnya bapak-bapak ini adalah para pengurus atau perangkat desa yang memang memerhatikan calon-calon yang diusung sebagai pemimpin di wilayah yang lebih tinggi.
Baca Juga: Kesabaran Setipis Tisu Tidak Dianjurkan Membacanya, Cerpen Kehidupan: Menjadi Bapak Tua dengan Sebal
Sebab, pada akhirnya nanti saat kampanye calon pemimpin tersebut sampai di desa, meraka yang akan terlibat pertama kali untuk menyampaikannya pada warga.
“Lawan Pak Amir adalah Pak Lawu. Beliau memang masih jarang kita temui promosi kampanyenya. Namun, menurut kabar beliau adalah orang yang taat beragama. Banyak video tentangnya yang tampak hadir dalam pengajian maupun penceramah di masjid-masjid besar.” Pak Prabu menginformasikan.
“Info dari saudara lagi, Pak Prabu?” tanya bapak bernama punggung Kaka.
Pak Prabu tertawa, “Kali ini saya pernah bertemu beliau langsung di sebuah kajian.”
“Intinya begini, nanti saat tim kampanye kedua calon sampai di desa, kita lihat siapa yang lebih baik. Sikap bawahan juga dipengaruhi oleh sikap atasan. Nanti setelahnya, mana yang lebih baik, itu yang akan berhak memasang baliho di desa kita paling banyak,” lanjut Pak Prabu.