Baca Juga: Bertemu Rumah Besar dan Emas Banyak, Cerpen Kehidupan: Tino Berakhir Gila dan Tak Tahu Di Mana
“Saat krisis benar-benar dialami, semua harga malah naik. Aku masih ingat gagal panen gara-gara padiku tak terurus dengan baik.”
Pak Zoro menatap iba rekan petaninya itu. Ia sangat mengingat bagaimana pada masa itu, padi pun tak ia tanam dan lebih memilih menanam palawija seadanya.
“Itu juga kekhawatiran saya. Sebaiknya kita memilih pemimpin yang juga paham pertanian, bukan sekadar industri dan infrastruktur. Negara kita ini negara agraris, maka seharusnya faktor pertanian lebih diperhatikan,” imbuh Pak Zoro.
Mendengar teman-temannya, Pak Ditto baru tersadar bahwa memilih pemimpin memang harus dengan pertimbangan matang.
Selama ini Pak Ditto tak pernah memusingkan siapa pemimpin yang ia pilih. Baginya, semua sama saja, tak akan berdampak padanya.
Namun, ternyata siapa pemimpinnya membawa dampak besar baginya dan seluruh warga.
“Lalu, Pak Zoro dan Pak Toba akan memilih siapa nanti?” tanya Pak Ditto.
Baca Juga: Kesabaran Setipis Tisu Tidak Dianjurkan Membacanya, Cerpen Kehidupan: Menjadi Bapak Tua dengan Sebal
“Entahlah… Rasanya tak ada calon yang sesuai dengan saya. Tapi nanti lihat saja, siapa yang dalam programnya membahas tentang pertanian, maka itu yang saya pilih. Yah, setidaknya daripada golput,” jawab Pak Toba.
Pak Zoro pun menyetujuinya. Sepertinya itu memang pilihan terbaik. Siapapun yang menyenggol tentang pertanian, maka ia pemenang suaranya.
Saat terik matahari semakin menyengat, ketiga petani tersebut kemudian berteduh di bawah pohon rindang di pinggir sawah.
Ada saung kecil di sana yang digunakan untuk meletakkan bekal makan siang dan minuman. Ketiga petani tersebut sama-sama menatap galangan sawah yang baru ditanam.
Walaupun memiliki kebingungan memilih calon presiden dalam pemilu nanti, tentu mereka lebih bingung jika mengalami gagal panen.
“Siapapun presidennya nanti, semoga padiku dapat tumbuh dengan subur dan keluargaku makan setiap hari,” ujar Pak Zoro kemudian.