Aku bekerja sebagai koki di sebuah restoran sederhana di pinggir kota. Dan kebetulan hari ini aku libur, jadi dengan senang hati aku menerima tugas rutin dari Bapak.
Tak terasa aku sudah sampai di toko jam kuno Pak Sam. Nama toko itu unik, Rumah Jam Sam itu nama tokonya.
Bergaya bangunan zaman Belanda yang sederhana dilengkapi dengan jendela kayu dan dinding yang disertai lukisan bebatuan.
Ditambah sebuah bel tua di depan pintu yang kalau aku tekan bunyinya nyaris sering tak terdengar. Saking sudah kuno-nya.
Namun, meskipun begitu Rumah Jam Pak Sam selalu menarik bagiku.
Aku membuka pintu yang tidak terkunci dan kulihat Pak Sam, lelaki tua dengan kacamata bulat dan memakai kemeja juga topi cokelat di kepala sedang sibuk mengotak-atik sebuah jam tangan tua berwarna hitam.
"Wah, lagi ada pasien, ya, Pak Sam?" tanyaku yang langsung membuat Pak Sam menoleh.
"Eh, iya, Rut. Biasa ini kehabisan baterai kayaknya mesti diganti yang baru." Pak Sam Terkekeh pelan lalu dia berjalan mendekat ke arahku.
"Kenapa jam bapakmu? Rusak lagi, toh?"
"Iya, Pak Sam. Biasalah, gerakan jarumnya agak lambat awalnya, terus lama-lama mati. Ya, Pak Sam tahu sendiri Bapak itu keras kepala kalau maunya begini ya tetap harus begini. Saya sering tawari Bapak untuk beli jam baru, tapi enggak mau dia, Pak."
"Ya, kamu kayak endak tahu bapakmu aja, Ruta. Ini kan bukan hanya sekadar jam untuk bapakmu. Ibumu yang kasih jam tua ini untuk bapakmu, Rut."
Aku mengangguk paham dan memperhatikan Pak Sam yang mulai memperbaiki jam tua milik Bapak.
Aku tahu jam tua itu benar-benar berharga untuk Bapak. Bukan hanya sekadar sebagai pengingat waktu, tetapi pengingat segala kenangan tentang Ibu.
"Pak Sam, kan bapak udah lama jadi ahli perbaiki jam begini. Saya mau tanya dong, Pak. Ini ada hubungannya sama jam juga." Aku tiba-tiba mengatakan itu padanya dan membuat Pak Sam menoleh.
"Menurut Pak Sam manusia itu bisa memutar waktu untuk memperbaiki masa lalu enggak, Pak? Dan masa lalu itu penting enggak, sih, Pak?"