Cerpen Tema Psikologi Positif Bagian 1: Hidup Tak Selalu Tentang Bahagia, Sedih pun Tak Apa

Photo Author
- Senin, 4 September 2023 | 14:20 WIB
Cerpen ini bercerita tentang Buyung yang merasakan kesedihan  (GENMUSLIM.id/dok: brgfx/Freepik)
Cerpen ini bercerita tentang Buyung yang merasakan kesedihan (GENMUSLIM.id/dok: brgfx/Freepik)

GENMUSLIM .id-- cerpen ini bercerita  malam telah tiba, keheningan pun hadir. Malam adalah saat mengulas kejadian sepanjang hari. Apakah bahagia atau sedih atau memang hidup begini-begini saja.

Dalam cerpen ini muncul pertanyaan, mengapa hidup harus seimbang? Mengapa ada siang dan malam? Sedih dan bahagia? Hidup dan mati? Laki-laki dan perempuan? Kiri dan kanan? Mengapa Tuhan menciptakan itu semua.

Cerpen ini menceritakan tentang Buyung pernah membaca salah satu kalimat di buku salah satu penulis terkenal Indonesia yang intinya adalah hidup itu tentang sebab dan akibat. Seperti, jika tak bahagia akibatnya akan sedih. Apakah seperti itu?

Entahlah, terkadang Buyung lelah dengan kondisi bolak-balik seperti ini. Ia ingin selalu bahagia tanpa merasakan kesedihan. Ia ingin sehat tanpa pernah mengalami sakit. Ia juga ingin selalu punya uang tanpa mengalami fase kehabisan uang untuk kebutuhan harian.

Baca Juga: Cerpen Anak Tema Psikologi: Piala Pertama Untuk Kecerdasan Spasial Ditto

Jika dipikir-pikir, bukanlah lebih baik jika selamanya selalu tentang yang baik-baik? Alangkah bahagianya jika semua orang tidak pernah mengalami kesusahan, kesedihan, dan kesakitan.

Buyung pernah berpikir bagaimana jika tidak ada keseimbangan dan ia selamanya tak pernah hidup. Tak perlu ia memikirkan mau makan apa hari ini, besok, lusa, seminggu ke depan, hingga hari-hari berikutnya.

Jika ia tak hidup, tidak akan ia merasakan sedih setiap malam karena meratapi nasib. Bagi Buyung, tak hidup terasa lebih bahagia.

Buyung hanya ingin bahagia seperti teman-teman lainnya. Ia ingin hidup normal saja. Pagi berangkat sekolah, pulang beristirahat lalu bermain, dan malam tidur. Sesederhana itu keinginannya.

Namun, takdir berkata lain. Buyung tak seberuntung itu. Setiap pulang sekolah ia harus menjadi kuli angkut di pasar hingga sore. Di perjalanan pulang, ia harus menyempatkan diri mencari rumput untuk kambing tetangga yang dititipkan padanya.

Baca Juga: Cerpen Inspiratif Islam: Persahabatan dan Berkah Zakat

Semuanya demi uang. Buyung miskin dan itu membuatnya sedih. Mengapa harus Buyung? Mengapa harus ia yang tidak beruntung? Dari sekian banyak anak yang behagia, mengapa bukan Buyung?

Buyung tak pernah menginginkan nasib seperti ini. Bukan pilihan dan keinginannya juga lahir dari pasangan yang belum menikah. Bukan keinginan Buyung hadir dengan membawa label anak haram dan aib.

Orangtuanya yang melakukan kesalahan karena melakukan hubungan di luar nikah, lalu mengapa Buyung yang disalahkan? Apa yang dipikirkan orangtuanya waktu itu saat berhubungan badan selain mendapatkan anak?

Jangan-jangan mereka berpikir kalau berhubungan badan akan menghadirkan kulkas, mobil, laptop, atau apapun itu barang mewah lainnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Dwi Nur Ratnaningsih

Sumber: Istimewa

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Terpopuler

X