GENMUSLIM.id - Kenangan apa yang masih terekam saat masih kanak-kanak di desa? Di tengah hiruk pikuk dunia yang semakin kencang berlari; teknologi semakin jauh meninggalkan kita.
Gedung-gedung berdiri menantang langit, pembangunan terus terjadi dimana-mana, atas nama modernisasi desa-desa dengan keasrian dan kedamaiannya kini hanyalah tinggal kenangan.
Desa-desa ikut berbenah, mengikuti arus perkembangan zaman. Di desa-desa, pembangunan tempat-tempat wisata menggeliat tak terbendung.
Sawah, ladang, dan kebun sambil menikmati senja di desa kini menjadi jualan yang laris untuk orang-orang kota yang mulai jengah dengan keadaan kotanya yang semakin padat, dan perlahan-lahan kenangan tentang desa mulai memudar.
Kerumunan manusia adalah pemandangan yang ada setiap hari, kini tak ada lagi sore yang ceria, bermain bola sampai adzan magrib berkumandang, tak ada lagi teriakan anak-anak bermain di tengah kubangan lumpur sawah.
Baca Juga: Cerpen Islam Kisah Abu Bakar : Sahabat Setia Rasulullah dan Khalifah Pertama dalam Islam
Tak ada lagi kerbau yang ditunggangi, jika malam, tidak ada lagi suara jangkrik berderik.
Nyala kunang-kunang saat pulang mengaji pun tak ditemukan lagi. Kini, mereka telah hilang dan berganti dengan nyala lampu yang menghiasi setiap sudut desa.
Tetapi desa dengan segala kenangan masa kecil selalu akan terekam bagi orang-orang yang memang tumbuh besar di sebuah desa, persis yang apa yang dialami oleh Marno, dalam ‘Seribu Kunang-Kunang di Manhattan’ sebuah cerpen dari Umar Kayam.
Mengisahkan kehidupan Marno dan istrinya Jane seorang bule di Amerika, mereka hidup di Manhattan. Sebuah kota yang terletak di negara bagian New York, Amerika Serikat.
Nama Manhattan sendiri bermakna ‘pulau berbukit’ yang berasal dari bahasa Algonquin, sebuah suku pemukiman terawal di daerah itu. Manhattan merupakan kota bisnis di dunia.
Di sinilah gedung-gedung pencakar langit berdiri gagah, di sinilah kantor-kantor pusat bisnis dunia.
Baca Juga: Cerpen Anak: Kisah Petualangan Ceria Burung Biru di Taman Bunga