GENMUSLIM.id - Luka ini barangkali akan menjadi luka yang paling perih yang pernah aku rasakan. Sejak kamu memutuskan pergi, aku berusaha untuk terlihat normal sebagaimana aku dahulu.
Tetapi usaha-usaha yang kulakukan tak jua membuat semuanya membaik. Di luar aku seperti tidak merasakan apa-apa. Tertawa bersama teman, bercengkrama, pergi jalan-jalan, tetapi luka yang kamu torehkan terus menganga.
Aku seperti bukan aku, aku hilang kala malam mulai tiba. Sosokmu terus saja terngiang di kepalaku. Segala usaha kulakukan agar sosokmu tidak hadir di dalam pikiranku tetapi sia-sia.
Baca Juga: Cerpen: Misteri Pengintaian dan Pengkhianatan, Chapter 1
Sejak kamu pergi lukanya semakin membesar dan tak dapat aku menghentikannya.
Aku ingin kamu tahu semua rahasia ini. Kemarilah, mendekat akan kuceritakan semuanya. Pertama-tama, aku tak tahu lagi bagaimana membahasakan perasaan yang kini menghampiriku.
Kedua, kamu tentu tak pernah lepas dari doa-doa yang kulantunkan pada Tuhanku meskipun sekarang aku tidak tahu keberadaanmu. Meski getir, namun aku selalu memohon padaNya memintamu untuk tinggal selamanya di sisiku.
Kamu tahu, setiap kali pesan yang kamu kirim padaku. Aku seperti bukan aku. Aku ragu akan diriku tetapi cinta mengatakan aku ada. Meski kadang kita hanya membahas yang remeh-temeh, dan cenderung singkat.
Baca Juga: Jangan Jadi Anak-anak yang Pembohong, ya! Cerpen Cita Nino: Kevin Si Pembohong, Nino Percaya
Tapi itu membuatku senang. Dan kini aku sedang membaca rentetan pesan selama 4 tahun lamanya kita bersama yang pernah kamu kirim. Masih tersimpan rapi dan tidak ada yang hilang sama sekali dari memori ponselku. Seperti halnya perasaanku padamu.
Aku gembira berbalas pesan denganmu. Aku senang saat kamu menanyakan hari-hariku di Malang. Bagaimana kuliahmu? Bagaimana tesismu? Bagaimana hari-harimu? Bagaimana dengan buku-buku yang kamu baca? Aku senang kala suaramu yang lembut menyapaku begitu syahdu. Atau sekedar bertanya lewat pesan WhatsApp.
Masih banyak rahasia yang belum kamu tahu. Aku senang kamu betah dalam pikiranku; aku senang kamu selalu menjadi muara doaku. Aku senang kala kamu bercerita tentang semua keseharianmu yang tak berujung.
Apapun itu, aku selalu senang mendengar suaramu yang terus terekam dalam otakku. Aku senang saat aku menggerutu; aku senang saat kamu marah; aku senang saat kamu bercerita perihal laki-laki yang sedang mendekatimu atau yang pernah dekat denganmu.