"Oh, iya! Tentu aku ingat, dia perempuan baik. Kamu dan Rahma pasangan yang serasi. Aku turut bahagia dengan pernikahan kamu nanti, Kian."
"Terima kasih, Zim. Aku harap kamu bisa datang nanti."
"Pasti, aku pasti datang, Kian." Azima benar-benar susah payah menahan tangis.'
Wajahnya terasa panas dan terbakar. Hatinya pun merasa demikian. Namun, Azima mati-matian untuk berusaha mengendalikan perasaan cinta di hatinya.
Setelah Kian pergi dan mengatakan bahwa dia harus mengurus persiapan pernikahannya. Azima masih duduk di kursi itu dan memandang punggung laki-laki yang perlahan menjauh darinya.
Azima tahu saat ini dia patah hati, tetapi membenci Kian atau tidak senang dengan kebahagiaan lelaki itu jelas tidak pantas dia lakukan.
Perasaan Azima untuk Kian memang akan selalu tersembunyi dan tidak mungkin muncul ke permukaan. Jika itu terjadi bukan hanya akan menyakitinya, tetapi juga mungkin orang lain.
Azima memutuskan untuk merelakan Kian dengan orang yang dia cintai. Perasaan cinta Azima untuk Kian mungkin memang tidak ditakdirkan untuk bertemu.
Baca Juga: Cerpen Series Laut: Laut Dengan Segala Luka Tentang Kenangan Menyakitkan Untuk Seorang Bima
Hanya ada perasaan Azima yang tumbuh sendirian dan perasaan Kian sudah tumbuh di hati yang lain.
Azima memutuskan untuk merelakan dan mengikhlaskan cinta yang dia miliki. Azima akan belajar untuk melepaskan perasaan itu.
Perempuan itu mengerti, bukankah cinta tidak harus memiliki? Cinta tidak harus memaksa satu sama lain untuk punya perasaan yang sama.
Cara Azima mencintai Kian adalah dengan merelakan lelaki itu dengan cinta yang dia pilih untuk hatinya.
Azima percaya Tuhan tidak pernah salah dalam menetapkan sesuatu. Mungkin Kian memang bukan takdir cinta untuk Azima.