Kehilangan orang yang dia cinta untuk selama-lamanya, membuat Hindun merasa hidupnya sudah berakhir.
Dia kehilangan suaminya, orang yang sangat dia cinta seumur hidupnya. Belum lama kebahagiaan datang dalam hidup perempuan itu, kini kesedihan menghampirinya.
Usia pernikahan mereka baru berjalan satu bulan dan sekarang Hindun harus melepas suaminya untuk selama-lamanya.
Baca Juga: Cerpen Pendidikan Islam: Cahaya Pencari Ilmu
Dia menyalahkan dirinya sendiri, perempuan itu menghakimi diri sendiri atas apa yang sudah terjadi.
Kalau saja malam itu dia tidak meminta suaminya untuk menjemputnya di stasiun, semua ini tidak akan terjadi. Hindun menyesali semuanya, memaki dirinya sendiri.
"Kalau aja aku enggak minta kamu jemput waktu pulang dari rumah Ibu, semua ini enggak akan terjadi. Harusnya aku mandiri, harusnya aku bisa pulang sendiri! Kamu enggak mungkin terlibat kecelakaan itu, ini salahku, Mas," lirih Hindun di sela-sela tangisannya.
Orangtua Hindun dan mertuanya menatap perempuan itu dengan iba. Semuanya merasa kehilangan dan mendapat luka yang sama sakitnya.
Namun, yang terjadi tidak bisa diubah. Ini sudah kehendak-Nya, menyalahkan keadaan hanya akan membuat mereka makin terluka.
Hindun hanya bisa melepas kepergian suaminya untuk selama-lamanya. Kehilangan itu membuat hidupnya benar-benar tidak baik-baik saja.
"Ini bukan salahmu, Hindun. Ini sudah takdir Allah, ibu juga sama sakitnya kehilangan anak ibu satu-satunya. Tapi kita bisa apa? Ini semua sudah jalan hidupnya Zidan, kita ikhlaskan ya," ucap mertuanya yang memeluk Hindun dan menangis bersamanya.
Beberapa bulan berlalu setelah kepergian Zidan suaminya, Hindun berusaha menjalani hidupnya dengan baik. Dia bersusah payah bertahan hidup tanpa suaminya.
Meskipun sulit dan tidak mudah, tetapi dia berjanji pada dirinya sendiri juga Zidan. Hindun akan menjalani hidupnya dengan baik, dia berusaha terbiasa tanpa kehadiran Zidan.
Tidak mudah berusaha menganggap semuanya baik-baik saja, Hindun sering menangis sendirian. Terisak mengingat sosok suaminya, kenangan mereka, dan kasih sayang suaminya yang begitu tulus.
Baca Juga: Cerpen Inspirasi: Different Path, Kisah Da-Eun Laki-laki Mualaf Yang Jatuh Cinta Pada Fathiya
Artikel Selanjutnya
Puisi Kemerdekaan HUT RI ke-78: Tanah Airku Sudah Ku Lupakan, Mengingatkan Jiwa yang Lupa dan Melupakan
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Sumber: Istimewa
Tags
Artikel Terkait
-
Puisi Kemerdekaan HUT RI ke-78: Tanah Airku Sudah Ku Lupakan, Mengingatkan Jiwa yang Lupa dan Melupakan
-
Puisi Kemerdekaan Republik Indonesia yang Menceritakan Jasa Pahlawan: Api Kemerdekaan yang Berkobar
-
Puisi bertemakan Musim Gugur yang Menceritakan Dua Insan Jatuh Hati: Serenade Cinta Di Musim Gugur
-
Puisi Bertema Kemerdekaan: 3 Puisi Karya Chairil Anwar yang Penuh Semangat Perjuangan
-
Puisi Romantis Senja Cinta Abadi, Kisah Cinta Di Bawa Keindahan Lukisan Senja Pada Sore Hari