"Astagfirullah, itu wajah kamu kenapa, Lu? Sampai biru-biru begitu, atuh," tanya bapaknya khawatir.
Namun, Jalu hanya diam. Menekuk wajahnya, tidak berniat untuk menjawab atau berkata apa pun pada bapaknya.
"Kalau orangtua tanya itu, ya, dijawab atuh. Kenapa itu muka kamu? Berantem? Kan, Bapak sering bilang jangan berantem, fokus aja sekolah ...."
"Jalu dipukulin, Pak! Ini efek perintah bapak yang nyuruh Jalu fokus sekolah dan enggak berantem, tapi akhirnya Jalu tetep aja diperlakukan kayak samsak tinju buat tangan anak-anak nakal itu!" seru Jalu dengan suara yang tinggi tersulut emosi.
"Jalu enggak pernah cari masalah di sekolah, selalu ikuti aturan Bapak. Jangan berantem, jangan cari masalah, fokus belajar. Tapi apa, Pak? Tetep aja Jalu jatuh ke lubang yang sengaja orang lain gali untuk Jalu, seberapa keras pun Jalu menghindari lubang itu."
Bapaknya masih tidak mengatakan apa pun dan membiarkan Jalu melampiaskan seluruh amarah dan emosinya.
Dia hanya menatap Jalu dan mendengarkan semua celotehannya.
"Udah marahnya? Udah puas? Atau masih mau marah-marah, kalau masih mau bapak dengerin kamu. Sampai kamu capek marahnya, energinya kebuang percuma."
Jalu tersentak mendengar ucapan bapaknya, amarahnya yang semula menggebu-gebu perlahan mereda.
"Dari kamu pertama kali suka puisi, kamu suka Chairil Anwar dan karya-karyanya. Penyair dengan julukan Binatang Jalang dan penulis puisi Aku itu, membuat kamu akhirnya termotivasi pengen jadi penulis juga. Kamu bilang pengen ikuti jejak bapak juga."
Jalu terdiam seketika. Bapaknya memang seorang penulis, meskipun bukan penulis terkenal.
Bapaknya bekerja di sebuah toko jual beli buku bekas dan suka nulis, membuat Jalu punya impian ingin seperti bapaknya juga.
Dari bapaknya, Jalu tahu buku-buku karya Chairil Anwar yang selalu bapaknya bawakan meskipun bukan buku baru.
"Chairil Anwar adalah pahlawan yang juga ikut memperjuangkan NKRI melalui tulisan-tulisan dan karyanya. Karena pikirannya yang tajam dan berhasil membuat puisi berjudul Aku, dia dijuluki Binatang Jalang. Kamu paham apa artinya?" tanya bapaknya yang membuat Jalu menggeleng tidak mengerti.
"Artinya, enggak semua pukulan harus kita balas dengan pukulan fisik juga, balas dendam yang tepat adalah menjadikan diri kamu lebih baik. Dengan berkarya contohnya, mewujudkan impian kamu sebagai penulis," jelas bapaknya.