Binar ingat betul saat-saat di mana dia mendapat cinta dan kasih sayang yang utuh dari kedua orangtuanya, saat dia tertawa bahagia ditemani ayah dan ibunya.
Masa-masa itu masih terekam dalam ingatannya, meskipun kadang samar. Masa kecilnya yang Binar pikir akan selalu bisa dia rasakan, ternyata kini hanya kenangan.
Saat itu usianya masih tujuh tahun dan Binar ingat dia ingin belajar naik sepeda.
Hal itu tentu dikabulkan ayah dan Ibu gadis itu. Orangtua Binar membelikan sepeda cantik untuknya dan mereka mengajari Binar naik sepeda.
"Binar enggak bisa, Yah. Binar takut jatuh," ucap Binar kecil saat diajarkan naik sepeda.
Baca Juga: Cerpen Islami: Ali dan Kesabarannya dalam Menghadapi Setiap Masalah yang hadir dalam Kehidupannya
"Lho, kok takut? Katanya tadi mau belajar naik sepeda. Anak ibu bukan penakut, kan? Masa enggak berani iya kan, Yah?" ucap sang ibu memberi isyarat pada ayah Binar.
"Iya, dong. Binar, kan, jagoan. Ayah yakin pasti bisa, kita belajar pelan-pelan." Ayah gadis itu mencoba meyakinkan dan memberinya semangat.
Hingga akhirnya Binar pun memberanikan diri untuk belajar sepeda dan perlahan dia bisa mengayuh sepeda.
Mereka tertawa bersama meskipun Binar sempat jatuh dan sedikit terluka, tetapi ia tidak menangis dan terus mengayuh sepedanya lagi.
"Maaf ayah telat datang. Kamu nunggu lama, ya?" Suara berat dan sedikit serak itu mengagetkannya dan membuatnya tersadar, dari lamunan-lamunan masa lalu yang menyenangkan.
Binar tersenyum tipis melihat kedatangan ayahnya. Hari ini memang jadwal Binar bertemu ayahnya dan rencananya gadis itu akan menginap di rumah ayahnya beberapa hari.
"Enggak papa, Yah. Lagian Binar juga seneng diem di sini. Adem." Binar berusaha tersenyum meskipun ada sesak yang tak pernah hilang dari dalam hatinya.
"Oke, jadi hari ini kamu bener nginep di rumah ayah, ya? Ayah kangen banget sama kamu."