“Saya cuma mau kasih ini. Buat, Ibu.”
Aku memberikan selembar kertas yang berisi sketsa wajahnya yang kugambar tadi.
Bu Tarmi menerimanya lalu menatapnya begitu lama. Aku bisa melihat tatapan heran, kagum, lalu berubah menjadi tatapan haru yang dia perlihatkan saat melihat hasil gambarku.
“Maaf saya enggak izin dulu sebelumnya. Saya enggak sengaja lihat Ibu yang lagi duduk sambil senyum di sini, wajah Ibu mirip sama ibu saya.”
“Oh begitu rupanya. Gambarnya bagus sekali, saya merasa terharu ngeliatnya. Ibu kamu pasti seneng punya anak pinter gambar.”
Aku tersenyum tipis, ada perasaan sesak yang mendera. “Ibu saya sudah meninggal beberapa tahun lalu.”
“Ya Allah, maaf saya endak bermaksud … aduh jadi endak enak saya.”
Baca Juga: Resep Rendang, Makanan Khas Minangkabau, Sumatra Barat yang diakui sebagai Makanan terlezat Di Dunia
“Enggak papa, Bu. Saya yang justru berterima kasih, berkat Bu Tarmi rasa rindu saya sedikit terobati. Saya benar-benar merasakan bahwa ibu saya ada di hadapan saya sekarang. Sudah lama saya menyimpan rasa rindu ini.”
“Mengikhlaskan kepergian orang yang kita sayangi dan harus menerima kenyataan bahwa mereka tidak akan pernah kembali itu memang bukanlah hal yang mudah untuk dijalani. Tapi, ini sudah rencana Tuhan dan tidak akan ada siapa pun yang bisa mengubahnya. Yang bisa kita lakukan hanya ikhlas dan percaya bahwa Tuhan sudah mengatur jalan hidup kita sedemikian rupa. Segala sesuatu yang terjadi adalah yang terbaik, mungkin bukan yang terbaik menurut kita tapi menurut-Nya.”
Wanita itu berhenti sejenak dan mengalihkan pandangannya ke arah anak lelaki yang masih terlihat asyik bermain bola.
“Itu cucu saya. Orang tuanya, anak dan menantu saya meninggal karena kecelakaan beberapa tahun lalu. Saya yang menjaga dan mengurusnya, kadang saya juga merindukan anak dan menantu saya. Tapi, yang bisa saya lakukan sekarang hanya ikhlas atas apa yang terjadi dan berusaha menjalani hidup sebaik yang saya bisa dengan menjaga buah hati mereka. Ibu harap kamu juga bisa mengatasinya. Tetap menjalani hidupmu dengan baik.”
Aku tertegun mendengar ucapannya, Bu Tarmi benar. Mungkin sekarang ibuku tidak berada di sampingku, tidak bisa lagi memelukku erat saat aku merasa khawatir dan ketakutan. Tapi Ibu selalu ada dalam hatiku dan mungkin dia juga tidak ingin aku menyerah.