Tak hanya itu, Allah pun menjelaskan dalam firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 14, yang artinya:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kamu kembali”
Itulah posisi istimewa seorang ibu dalam agama Islam.
Lalu, apakah hari ibu hanya dilakukan pada tanggal 22 Desember? Bagaimana Islam menyikapi hal ini?
Karena banyak daripada umat Islam di luar sana yang masih menanyakan tentang hukum merayakan hari ibu.
Dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat. Ada pendapat yang membolehkan ada pula yang melarang.
- Pendapat yang Melarang.
Sebagian ulama’, seperti Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Ustaimin, Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Shalih Al-Fauzan, dan Lembaga Fatwa Arab Saudi (Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Fatwa) menyatakan bahwa peringatan hari ibu diharamkan.
Karena berpedoman pada hadits riwayat Aisyah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:
“Barang siapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR Bukhari dan Muslim).
Para ulama’ tersebut juga berpegang pada salah satu hadits dari Aisyah RA dalam penentuan hukum perayaan hari ibu, yang artinya:
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR Muslim).
Selain itu, mereka berpendapat bahwa peringatan hari ibu merupakan tradisi orang kafir.