Meski demikian, keterbatasan anggaran di beberapa daerah menjadi tantangan utama dalam merealisasikan target pengangkatan penuh pada 2025.
Oleh karena itu, skema PPPK paruh waktu dianggap sebagai solusi yang bisa menjaga keseimbangan antara kebutuhan pelayanan publik dan pengelolaan keuangan negara.
Menariknya, kebijakan ini juga mencakup honorer yang sebelumnya telah mengikuti seleksi PPPK namun tidak lolos karena keterbatasan formasi.
Baca Juga: Jangan Sembarangan Pindah Instansi! Ini Kebijakan Mutasi PPPK Paruh Waktu yang Perlu Diketahui
Pemerintah memberikan kesempatan kedua kepada mereka untuk mengisi posisi paruh waktu tanpa perlu melalui proses seleksi ulang.
Selain itu, pemerintah memberikan arahan kepada daerah untuk menyusun prioritas pengangkatan berdasarkan kebutuhan mendesak.
Dengan pendekatan ini, diharapkan formasi PPPK dapat lebih efektif dalam mendukung program-program strategis pemerintah daerah, termasuk di sektor pendidikan, kesehatan, dan administrasi publik.
Menteri PANRB juga menyatakan bahwa pengangkatan melalui PPPK paruh waktu tidak akan berdampak pada pengurangan tenaga kerja, melainkan membuka peluang baru bagi daerah untuk lebih fleksibel dalam memenuhi kebutuhan sumber daya manusia.
Namun, kebijakan ini tidak lepas dari kritik. Beberapa pihak menyuarakan kekhawatiran terkait potensi ketimpangan penghasilan antara tenaga honorer di daerah yang memiliki kemampuan anggaran berbeda.
Menanggapi hal ini, pemerintah berjanji akan mengawal implementasi kebijakan PPPK secara ketat untuk memastikan tidak ada pihak yang dirugikan.
Pemerintah menargetkan seluruh tenaga honorer dapat terserap ke dalam formasi ASN pada 2025, baik melalui jalur PPPK penuh waktu maupun paruh waktu.
Dengan kebijakan ini, diharapkan pelayanan publik dapat terus berjalan dengan optimal sambil memberikan jaminan status dan kesejahteraan kepada tenaga honorer yang selama ini telah menjadi ujung tombak di berbagai sektor.***