"Perlu diwaspadai bahwa ada amanah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang ASN, yakni tidak boleh melakukan rekrutmen tenaga non-ASN. Waspadai ini semua," ujar Tito.
Larangan ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua tenaga non-ASN yang sudah ada dapat diprioritaskan dalam proses seleksi PPPK, tanpa menambah beban baru dari rekrutmen non ASN yang tidak sesuai aturan.
Selain itu, Kepala BKN, Zudan Arif Fakrullah, menekankan pentingnya peran kepala daerah dalam menyebarluaskan informasi terkait seleksi PPPK tahap kedua.
Baca Juga: PPPK Paruh Waktu 2025: Solusi untuk Honorer atau Sekadar Ganti Status Tanpa Peningkatan Gaji?
Zudan mengimbau agar informasi tentang pendaftaran dan jadwal seleksi disampaikan secara luas agar tenaga non ASN di daerah tidak melewatkan kesempatan ini.
"Kepala daerah perlu mengumumkan secara luas agar non ASN bisa mendaftar sesuai jadwal," ujar Zudan.
Melalui langkah-langkah ini, pemerintah berharap dapat mewujudkan penataan tenaga non ASN yang lebih transparan dan adil.
Proses seleksi yang dilakukan secara terintegrasi dan berbasis data akan memastikan bahwa tenaga non ASN yang layak mendapatkan kesempatan untuk diangkat sebagai PPPK.
Dengan peran aktif dari seluruh pihak, mulai dari pemerintah pusat, daerah, hingga tenaga non-ASN itu sendiri, diharapkan target penataan tenaga non-ASN di Indonesia dapat tercapai sesuai jadwal.
Seleksi tahap kedua ini merupakan kesempatan besar untuk memperbaiki sistem kepegawaian di Indonesia dan memberikan kejelasan status bagi para tenaga non ASN.***