Sertifikat halal kini tidak lagi dikeluarkan oleh LPPOM MUI, melainkan oleh BPJPH, sebuah lembaga di bawah naungan Kementerian Agama.
Pemerintah kini memegang kendali penuh dalam proses sertifikasi halal ini.
Namun, banyak yang mempertanyakan apakah perubahan ini juga berdampak pada kualitas pengawasan, karena beberapa produk yang dianggap tidak pantas,
Seperti yang disebutkan sebelumnya, tetap lolos dalam proses sertifikasi dan masih tercantum di situs tersebut hingga sekarang.
Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat terkait proses sertifikasi halal yang saat ini berjalan, terutama pada jalur ‘self declare’.
Sistem ini memungkinkan pelaku usaha mendeklarasikan produknya halal tanpa melalui proses audit yang ketat.
Walaupun tujuannya adalah untuk meningkatkan jumlah produk halal di pasaran, masyarakat berharap agar kualitas tetap menjadi prioritas dan tidak hanya fokus pada kuantitas.
Bagaimana mungkin hal-hal semacam ini bisa lolos tanpa adanya pengawasan yang lebih ketat?
Mengingat pentingnya jaminan kehalalan produk bagi konsumen, seharusnya setiap produk yang memperoleh sertifikasi halal harus melalui proses verifikasi yang lebih mendalam.
Terutama bagi produk yang berasal dari jalur ‘self declare’, harapannya adalah adanya kontrol kualitas yang lebih baik, agar standar halal tidak menurun seiring dengan bertambahnya produk yang disertifikasi.
Dalam situasi ini, transparansi dalam proses sertifikasi halal menjadi sorotan.
Konsumen memiliki hak untuk mengetahui bagaimana suatu produk, terutama yang memiliki nama kontroversial, bisa mendapatkan sertifikat halal.
Apakah standar sertifikasi ini masih sama dengan sebelumnya, ataukah ada perubahan yang memungkinkan produk dengan nama-nama tersebut lolos verifikasi?