GENMUSLIM.id – Mudik selalu tak lepas dari hiruk pikuk menjelang hari raya Idul Fitri.
Setiap masyarakat yang tengah merantau pasti akan melakukannya agar bisa kembali ke kampung halaman.
Tak setiap mudik menjelang hari raya, di hari lain yang berhubungan dengan cuti kerja pun dimanfaatkan masyarakat untuk mudik.
Baca Juga: Bingung Apakah Produk Yang Kamu Konsumsi Mendapatkan Sertifikat Halal Atau Tidak? Cek Disini, Yuk!
Namun Hiruk Pikuk Mudik Menjelang Hari Raya termasuk mudik dengan jumlah pemudik yang terbilang paling banyak dibandingkan dengan mudik-mudik di hari biasa.
Karena di momen hari raya, berkumpulnya satu keluarga merupakan momen penting sekaligus merayakan hari yang sakral bersama-sama.
Mudik sendiri dikatakan sebagai fenomena sosio-kultural. Mudik menjadi darah daging manusia Indonesia.
Baca Juga: Inilah 5 Amalan di Malam Nuzulul Quran, Mulai dari Perbanyak Membaca Al Quran hingga Beriktikaf
Karena telah melekat dan menjadi nilai kultural membuat berbagai alasan rasional seolah tidak mampu menjelaskan dampak dari fenomena mudik tersebut.
Dampak yang ditimbulkan dari adanya mudik lebaran ini membuat tiket transportasi baik itu kereta, pesawat, maupun bus pun ludes, bahkan bisa dari sebulan atau dua bulan sebelum lebaran.
Pulang mudik setahun sekali memiliki makna yang lebih mendalam dibandingkan hanya sekedar melepas kerinduan pada kampung halaman tetapi mengandung makna yang jauh lebih dalam dari itu.
Lalu sebenarnya alasan apa yang membuat makna mudik lebaran ini jauh mendalam dari sekedar melepas rindu?
Fenomena mudik tentu berkaitan erat dengan alasan kultural, dimana dari alasan tersebut menyangkut tiga aspek, seperti kebutuhan kultural untuk mengunjungi orang tua dan keluarga, berziarah ke makam kerabat, dan menilik warisan tinggalan keluarga di tempat asal.
Apabila salah satu dari ketiga alasan itu tidak terpenuhi, bisa dipastikan dorongan untuk mudik menjelang lebaran sedikit atau bahkan hampir tidak ada.