GENMUSLIM.id- Konflik Agraria di Pulau Rempang hingga hari ini belum juga reda antara aparat dengan masyarakat adat.
Konflik antara masyarakat adat dan aparat di Pulau Rempang ini berakar dari adanya rencana pembangunan Rempang Eco-city.
Dampak dari rencana pembangunan ini adalah relokasi masyarakat adat dari tanah lahir mereka yang penuh sejarah perjuangan di masa lampau.
Baca Juga: Jadi Sorotan, Begini Penjelasan Tentang Kasus Pulau Rempang dan Kepres Nomor 41 Tahun 1973
Kronologi Singkat Konflik di Pulau Rempang
Konflik di Pulau Rempang, Batam, Provinsi Kepulauan Riau terjadi pada 7 September 2023 antara aparat gabungan meliputi TNI, Polri, Ditpam Badan (BP) Batam, dan Satpol PP dengan warga Rempang termasuk masyarakat adat.
Pengukuran lahan dan rencana relokasi warga setempat yang memicu konflik hingga menyebabkan kerusuhan.
Salah satu alasan utama para warga di Pulau Rempang menolak untuk direlokasi adalah nilai historis dan budaya yang dirawat secara turun temurun di pulau ini.
Relokasi ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari rencana pembangunan Rempang Eco-City, sebuah program strategis nasional yang merujuk pada Permenko Bidang Perekonomian RI No. 7 Tahun 2023.
Pulau Rempang juga direncanakan sebagai lokasi tujuan pilihan Xinyi Group, perusahaan asal Tiongkok, untuk membangun pabrik kaca terbesar kedua di dunia.
Masyarakat Adat dan Sejarah Pulau Rempang
Dilansir Genmuslim dari Mongabay, 19 September 2023, salah satu tetua kampung, Naharuddin, mengisahkan bahwa kampung-kampung di Pul
au Rempang sudah ada sejak Tanjung Banun masih termasuk ke dalam wilayah Tanjung Pinang.
Masa ini adalah ketika Jepang datang ke Tanjung Pinang sekitar tahun 1942, beberapa tahun sebelum Indonesia resmi terbentuk dan merdeka.
Naharuddin juga memiliki surat tebas peninggalan orang tuanya yang bertahun 1965, berupa surat tanah dengan pengesahan dari pejabat pemerintah ketika Pulau Rempang masih termasuk ke dalam wilayah Bintan Selatan.
Berdasarkan rangkuman Genmuslim dari Cordova Media, 19 September 2023, tercatat bahwa penduduk yang menghuni Pulau Rempang dan dua pulau di sekitarnya, Pulau Galang dan Bulang, adalah keturunan para prajurit di Masa Kesultanan.
Mereka telah mendiami tiga pulau tersebut sejak tahun 1720 M.
Keterangan tersebut tercantum dalam catatan Raja Ali Haji, sastrawan Melayu serta seorang Pangeran dari Kesultanan Riau-Lingga di dalam kitabnya yang berjudul Tuhfat Al Nafis.
Pada tahun 1782-1784 pernah terjadi Perang Riau antara pribumi dengan Belanda.
Perang ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah I, di mana dalam perang ini penduduk di pulau Galang, Rempang, dan Bulang mengambil peran dalam mempertahankan wilayah dari penjajah.
Mereka menjadi prajurit Raja Haji Fisabilillah, seorang Pahlawan Nasional dengan nama yang telah diabadikan menjadi nama Bandara di Tanjung Pinang.
Tahun 1787, Pulau Rempang, Galang, dan Bulang menjadi basis pertahanan terbesar dari Kesultanan Riau-Lingga dengan kekuatannya yang berhasil memukul mundur pasukan Belanda.
Ada tiga suku asli yang mendiami Pulau Rempang serta Pulau Galang dan Bulang, sebagai nenek moyang rumpun Proto-Melayu, meliputi Suku Orang Darat, Suku Orang Laut, dan Suku Akit.
Suku Orang Darat merupakan salah satu suku yang menjelang punah di Pulau ini, di mana pada Maret lalu, anggota dari Suku Orang Darat asli, hanya tersisa 5 orang dengan usia yang tak lagi muda dan beberapa di antaranya tidak memiliki keturunan.***
Sobat Genmuslim yang baik hatinya, ingin mendapat berita update setiap hari dari Genmuslim.id? Ayo gabung di Grup Telegram "GENMUSLIM NEWS", caranya klik link https://t.me/ genmuslimnews, kemudian join. Langkah pertama install aplikasi Telegram di ponsel.