Pandangan ini sejalan dengan ajaran para Salafush Shalih yang menekankan pentingnya menjaga hati agar senantiasa dipenuhi keyakinan akan kebaikan Allah.
Bahkan, ketika seorang hamba dihadapkan pada musibah atau kesulitan, ia tetap harus meyakini bahwa ujian tersebut merupakan bentuk rahmat dari Allah untuk mengangkat derajatnya dan menghapus dosa-dosanya.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam surah Al-Baqarah ayat 186:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا۟ لِى وَلْيُؤْمِنُوا۟ بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Ayat ini memberikan penghiburan dan harapan bagi setiap hamba yang bersandar kepada Allah dalam doanya.
Para ulama tafsir, seperti Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, menjelaskan bahwa Allah mengabulkan doa hamba-Nya selama mereka berprasangka baik dan yakin bahwa Allah Maha Mendengar dan Maha Menolong.
Ucapan Ustadz Khalid Basalamah bahwa "kebahagiaan sejati tidak terletak pada harta, jabatan, atau kedudukan, melainkan pada hati yang penuh dengan keyakinan bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya" adalah manifestasi dari keyakinan ini.
Hati yang bersih dari prasangka buruk akan senantiasa merasakan ketenangan, meskipun dalam kondisi sulit sekalipun.
Maka, berprasangka baik kepada Allah adalah salah satu jalan menuju kebahagiaan hakiki yang harus terus kita ingat sepanjang hidup.
Dengan meyakini bahwa setiap kejadian dalam hidup ini, baik yang kita anggap sebagai karunia maupun ujian, merupakan bagian dari hikmah Allah yang besar, kita akan senantiasa merasa dekat dengan-Nya.
Seperti yang disampaikan oleh Imam An-Nawawi yang GENMUSLIM kutip dari kitab Riyadhush Shalihin, Selasa 1 Oktober 2024, bahwa kebahagiaan seorang mukmin tidak terletak pada duniawi, tetapi pada keyakinan kuat akan rahmat dan kasih sayang Allah.
Pendapat ini disandarkan dari hadits shahih yang disampaikan oleh Rasulullah kepada Jabir bin Abdillah tiga hari sebelum beliau wafat, yaitu, “Janganlah seseorang di antara kalian mati kecuali ia berprasangka baik kepada Allah.”