Hawa panas ini tak menyurutkan keinginan mereka untuk mempelajari Al-Quran dan menghafalnya. Ketika syaih berkata istami atau dengarkan, maka semuanya menetap syaih tersebut dan menyimak dengan seksama.
Tidak ada yang berani menulis bahkan bermain pena, kemudian setelah syaih menjelaskan barulah mereka menulis.
Setelah mereka menulis, syaih akan mengkoreksi dan jika ada yang salah maka akan dikembalikan untuk dibetulkan hingga sama persis seperti apa yang diucapkan syaih.
Setelah mereka menulis dengan benar, syaih kemudian memberitahukan untuk menghapusnya mungkin heran kenapa hal yang sudah dikerjakan harus dihapus maka begitulah pendidikan disana.
Setelah itu syaih akan melanjutkan pelajaran berikutnya sampai selesai seperti metode sebelumnya.
Setelah pelajaran selesai mereka pulang ke rumah dan barulah saat itu mereka menulis kembali apa yang sudah dihafalnya.
Hafalan mereka melekat seerat-eratnya dan bahkan dianggap sekejap saja untuk mendapatkan Ijazah. Syaih akan menyuruh murid untuk membacakan hafalan Al-Qurannya secara sempurna tanpa keselahan dan kemacetan sedikitpun.
Kemudian syaih akan menuliskan ijazah untuk murid tersebut dengan tulisannya sendiri yang mana dalam ijazah itu ditulis mata rantai sanad hiroah dan nasihat-nasihat untuk sang murid tersebut.
Kemudian pada usia 17 tahun mereka sudah menjadi mufti dan bisa memberikan fatwa apa yang terjadi di kota Syinqit.
Bukanlah suatu kebetulan belaka banyak faktor yang mendukung hingga menjadikan kota mereka menjadi salah satu kota terbaik dalam menghafal Al-Quran.
Kekuatan iman dan semangat untuk menghafal Al-Quran di kota ini mengajarkan bahwa suatu hal harus diraih dengan penuh perjuangan.
Sahabat Muslim, Itulah ulasan singkat tentang kota Syinqith, Mauritania, Afrika. Semoga bermanfaat bagi kita semua. ***