GENMUSLIM.id - Hari raya kurban tinggal menghitung hari, makin dekat. Sebagai umat islam tentunya berupaya untuk bisa berkurban di setiap tahunnya dengan biaya ringan melalui arisan kurban.
Konsep arisan sendiri biasanya dilakukan dengan mengocok nama peserta arisan untuk kemudian dibelikan hewan kurban atas nama yang bersangkutan.
Kegiatan tersebut melahirkan 2 permasalahan hukum yang harus diperhatikan, yaitu berhutang untuk kurban, dan menghindari riba dalam praktik arisan sebagaimana dilansir GenMuslim dari akun Instagram @Imizakat.
Baca Juga: 4 Kelakuan Jahil Nabi Musa As Kepada Firaun, Nomer 3 Paling Kocak! Series Kisah 25 Nabi Dan Rasul
Hukum Arisan Kurban
Berhutang untuk kurban, berhutang untuk melaksanakan ibadah kurban hukumnya boleh bagi orang yang memiliki kemampuan melunasi hutangnya, seperti orang yang memiliki aset untuk dijual atau orang yang masih produktif bekerja.
Ibnu Taimiyah mengatakan: orang yang memiliki kemampuan melunasi hutang, lalu dia berhutang untuk kurban maka hal itu baik. Majmu Fatawa 26 atau 305.
Seyogyanya, praktik arisan kurban harus terhindar dari riba, arisan pada hakikatnya adalah akad hutang piutang antar peserta arisan itu sendiri.
Peserta yang mendapat undian pertama berhutang kepada peserta berikutnya dan dia berkewajiban melunasi sesuai jumlah hutangnya.
Oleh karena itu perlu disepakati jenis objek hutang dalam arisan kurban, antara uang atau hewan kurban.
Baca Juga: Ingin Segera Diundang Allah ke Baitullah? Begini Caranya...
Jika objek hutang adalah uang, maka harus dipastikan nominal arisan tidak berubah sehingga setiap kali pengundian, sehingga jumlah uang yang terkumpul sama jumlahnya.
Bila ada nama peserta yag keluar, maka ia mendapatkan uang bukan hewan kurban dan harus membeli sendiri hewan kurbannya.
Kalau uang tersebut tidak cukup untuk membeli hewan kurban maka harus ditambah sendiri, dan apabila lebih maka menjadi haknya.
Perlu diketahui bahwa praktik ini sebenarnya adalah arisan uang, namun disertai komitmen untuk membeli hewan kurban.