GENMUSLIM.id – Tidak jarang penetapan puasa maupun idul fitri di Indonesia berbeda.
Dua perbedaan ini diprakarsai oleh dua ormas Islam besar; NU dan Muhammadiyah, yang memakai metode berbeda dalam putusannya.
NU memakai metode rukyah atau metode melihat hilal bulan.
Biasanya, NU akan menetapkan 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 1 Dzulhijjah berdasarkan pada tingkat derajat bulan.
Kira-kira begini, Jika pantauan malam ini terlihat hilal bulan, setidaknya 3 derajat, maka NU akan menetapkan berakhirnya bulan ini, dan malam ini sudah memasuki bulan baru, secara perhitungan bulan.
Semisal kita sedang berada di bulan puasa, maka hilal akan dipantau pada tanggal 29 Ramadhan sebelum berbuka puasa.
Jika hilal terlihat di atas 3 derajat, maka keesokan harinya akan memasuki 1 Syawal.
Jika tidak, maka puasa akan digenapkan menjadi 30 hari, dan lebaran idul fitri akan dimulai di lusa.
Sedang Muhammadiyah memakai metode hisab, atau metode hitung.
Menurut perhitungan astronomi dan ilmu pengetahuan, hilal di atas 3 derajat atau dibawah 3 derajat, jika memang sudah ada hilalnya, maka itu adalah tanda untuk memasuki bulan baru.
Dari keduanya, NU kah, atau Muhammadiyah kah yang lebih benar?
Ustad Adi Hidayat mengatakan bahwa dua metode tersebut adalah sarana, tidak sepaket dengan ibadahnya.
Kedua metode ini hanya berbeda dari cara pandang, jadi tidak ada masalah, selama kita mengikutinya dengan yakin.