khazanah

Memotret Semarak Diskusi Pemikiran dan Sejarah Islam yang Diadakan oleh Pondok Roja Sukoharjo

Minggu, 8 Oktober 2023 | 19:30 WIB
Suasana diskusi pemikiran dan sejarah Islam di Pondok Roja (GENMUSLIM.id/dok; istimewa)
 
GENMUSLIM.id- Sabtu Malam, tanggal 7 Oktober 2023 pukul 20.00 hingga 22.00 WIB, Pondok Roja di Sukoharjo mengadakan diskusi tentang pemikiran dan sejarah Islam di Indonesia.
 
Diskusi pemikiran dan sejarah Islam yang diadakan oleh Pondok Roja tersebut diadakan setiap satu bulan sekali.
 
Izzul Muslimin selaku pembawa acara mengatakan, ‘dengan diadakan diskusi mengenai pemikiran dan sejarah Islam di Pondok Roja diharapkan memantik para santri dan kaum Muslimin di Sukoharjo lebih mengenal sejarahnya.’
 
Selain itu, Izzul Muslimin juga mengatakan, ‘acara ini juga diharapkan berdampak baik baik segenap umat Islam di Sukoharjo pada khususnya, dan kawasan Soloraya pada umumnya.
 
Baca Juga: Edisi Khazanah Intelektual Islam, Membaca Pemikiran Imam Al Mawardi Mengenai Teori Kontrak Sosial
 
Terlebih, kawasan Soloraya ini sangat kaya akan jejak-jejak historis, terutama dengan sejarah Islam.’
 
Saat ditemui langsung di Pondok Roja, Izzul Muslimin mengungkapkan,’diskusi malam ini mendatangkan Ustadz Mochtar Shalahudin, seorang aktivis Islam dan sejarawan lulusan Universitas Diponegoro, dengan tema Insecure Syariat Islam; Penghapusan Sepihak 7 Kata tentang Syariat Islam pada Naskah Rumusan Cikal Bakal Pancasila.’
 
Tepat pada pukul 20.00 WIB, acara dimulai, dan dihadiri puluhan peserta dari Sukoharjo maupun dari Solo.
 
Ustadz Mochtar Shalahudin dengan sangat semangat menyampaikan bagaimana Islam dan kawasan Nusantara ini sebuah dua entitas yang tak bisa dilepaskan.
 
‘Sejak Islam masuk di Nusantara pada abad ke 7, hingga menjadi kekuatan politik dominan pada abad ke 13 hingga abad 17, Islam seolah-olah menjadi sesuatu yang tak bisa dipisahkan,’ ujar Ustadz Mochtar Shalahudin.
 
‘Namun, eksistensi Islam dengan bentuk politiknya harus mengalami ujian yang sangat serius, yakni hadirnya para penjajah Eropa yang berambisi menguasai kawasan Nusantara.
 
Alhasil, praktis dimulai abad ke 16 M hingga 19 M, berkorbanlah perjuangan primbumi yang dominan diilhami ajaran Islam, dengan cara perang.
 
Baca Juga: Khazanah Intelektual Islam, Pemikiran Ibnu Taimiyah Mengenai Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Negara
 
Namun, harus diakui dengan jujur pula, semangat perang sabilillah yang dikomandoi para ulama ini mengalami kekalahan, misalnya Perang Jawa (1825-1830), yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro.
 
Sekalipun pada abad 20, muncul elit baru di kalangan pribumi, yang juga munculnya aktivisme yang lebih terarah dan terorganisir, penjajahan tetaplah bercokol dengan cukup kuat.
 
Ketika Jepang hadir di Indonesia pada tahun 1942, dilatarbelakangi motif membentuk kawasan Asia yang dikuasai Jepang serta keterlibatan Jepang pada ‘Perang Dunia ke-2’, sudah barang tentu keadaan semakin parah.
 
Pada tahun 1945, Jepang menyerah kepada sekutu pada peristiwa ‘Perang Dunia 2’, yang sudah barang tentu kawasan Indonesia yang dikuasai Jepang seharusnya diserahkan kepada sekutu sebagai pihak pemenang, jika menurut hukum perang.
 
Namun, jika sejak awal sudah bermusuhan dengan Sekutu yang didalamnya didukung Belanda, sudah barang tentu Jepang tidak mau menyerahkan kepada lawannya, lebih baik diberikan kepada pribumi yang sekular.
 
Alasan tidak diberikan kepada kalangan Islam, karena Jepang sendiri trauma bagaimana kalangan Islam ini sangat memberikan efek trauma kepada Jepang, sebab kalangan Islam ini cerdik sekaligus sulit ditundukkan oleh penjajah Jepang.
 
Baca Juga: Khazanah Intelektual, Hubungan Islam dan Negara Menurut Pemikiran Cendekiawan Muslim Ibnu Taimiyah (Part 3)
 
Dari sini, kita mulai paham, sekalipun Piagam Jakarta yang berisi ‘Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya’itu sudah disepakati oleh kubu nasionalis-sekular maupun nasionalis-Islam, dan dibacakan pada Proklamasi 17 Agustus 1945.
 
Sehari setelahnya, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, Hatta dengan melobi Ki Bagus Hadikusumo lewat Kasman Singodimejo, agar tujuh kata dihapus, dengan dalih negara Indonesia kawasan timur yang mayoritas non-Muslim akan memisahkan diri dari Indonesia, jika tetap ada tujuh kata tersebut.
 
Namun, entah pakai Piagam Jakarta yang memuat tujuh kata atau tidak, nyatanya pada Agresi Militer Belanda 1 dan 2 atau sering dikenal Periode Bersiap, kawasan Indonesia Timur, terutama kawasan yang didominasi non-Muslim, ini tetap lebih berpihak kepada Belanda’ tutup Ustadz Mochtar Shalahudin.***
 
Sobat Genmuslim yang baik hatinya, ingin mendapat berita update setiap hari dari Genmuslim.id? Ayo gabung di Grup Telegram "GENMUSLIM NEWS", caranya klik link https://t.me/genmuslimnews, kemudian join. Langkah pertama install aplikasi Telegram di Ponsel.

Tags

Terkini