GENMUSLIM.id- Selama ini, diskursus mengenai pemikiran sosial-politik yang sering disebut sebagai teori kontrak sosial lebih jamak diketahui dan dinisbahkan dari filsuf Barat, seperti John Locke maupun Thomas Hobbes, alih-alih ulama Islam, yakni Imam Al Mawardi.
Dilansir Genmuslim dari berbagai sumber Selasa, 3 Oktober 2023 bahwa sebenarnya, jauh sebelum John Locke maupun Thomas Hobbes mecetuskan teori kontrak sosial pada abad 17 M atau 18 M, Imam Al Mawardi seorang ulama yang hidup pada masa kejayaan Islam, tepatnya pada abad 10 M, sudah merumuskan pemikiran kontrak sosial.
Artinya, tujuh hingga delapan abad lebih, pemikiran kontrak sosial yang dicetuskan cendekiawan Islam Imam Al Mawardi mendahului gagasan kontrak sosial yang dicetuskan oleh John Locke maupun Thomas Hobbes.
Meskipun sama-sama mencetuskan teori kontrak sosial, baik Imam Al Mawardi maupun Thomas Hobbes tetap memiliki perbedaan, terutama sekali mengenai sumber pengetahuan yang didapatkannya.
Sebagaimana yang diterangkan oleh J P Mayer di dalam bukunya yang berjudul Political Thought in France, bahwa teori kontrak sosial Thomas Hobbes berangkat dari realitas empiris yang dilihatnya waktu itu.
Di mana terdapat pergolakan politik yang sangat mencekam di Inggris, antara kubu Charles 1 dan parlemen, yang pada akhirnya dimenangkan kubu Charles I.
Charles I yang mejadi pihak kalah, harus menerima hukuman gantung dari kubu parlemen.
Berangkat dari peristiwa tersebut, Thomas Hobbes mulai mengerti tabiat manusia sesungguhnya, yang cenderung mempunyai sifat negatif.
Oleh karena itu, agar manusia ini bisa hidup lebih damai, aman, dan tidak melakukan tindak kejahatan lain, perlu dicetuskan sebuah teori yang mengikat antara pihak satu dengan yang lain, dengan cara bersepakat untuk menyudahi konflik dan kekerasan di tengah masyarakat.
Jika Thomas Hobbes berangkat dari realitas empiris, maka Imam Al Mawardi berangkat dari wahyu Islam yang kemudian didialogkan dengan realitas empiris.
Dengan kata lain, bagaimana membaca realitas empiris yang dihadapi tidak bisa dipisahkan dari kerangka wahyu Islam.
Menurut Munawir Sjadzali di dalam bukunya yang berjudul Islam dan Tata Negara, ketika Imam Al Mawardi hidup, beliau dihadapkan pada situasi yang jauh dari cita dan idealitas Islam.
Sebab beberapa oknum khalifah tidak menjalankan tugasnya dengan baik, kehidupan yang serba mewah dan hedon telah menghanyutkan khalifah, hilangnya amanah dalam diri khalifah dan sebagian pejabat lain.
Akibatnya, disintegrasi politik pada Kekhalifahan Abbasiyah tak bisa dihindarkan.
Melihat situasi yang sangat pelik, Imam Al Mawardi dengan kapasitasnya sebagai ulama dan pakar hukum Islam dari madzhab Syafi’i terpanggil untuk melakukan perbaikan.
Perbaikan yang dilakukan oleh Imam Al Mawardi ini dilakukan dengan menasehati seorang khalifah maupun dengan cara mengajak dialog khalifah dengan lawan politiknya, agar perpecahan di tengah umat Islam tidak semakin parah.
Usaha yang dilakukan oleh Imam Al Mawardi hingga pada akhirnya membuahkan hasil, setidaknya ada sedikit perbaikan, yakni antara khalifah dengan lawan politiknya (Buwaihiyah) bisa sedikit akur.
Dari segenap kecerdasan, kedalaman ilmu, dan pengalamannya langsung di tengah kondisi politik yang jauh dari cita dan idealitas Islam, maka Imam Al Mawardi merumuskan gagasan besarnya mengenai teori kontrak sosial, yang berangkat dari wahyu Islam dan betujuan untuk mewujudkan keseimbangan dan kestabilan negara.
Di dalam buku yang berjudul Fikih Politik Islam, Farid Abdul mengatakan, secara garis besar teori kontrak sosial Imam Al Mawardi dimaksudkan untuk memahami hubungan rakyat dengan kepala negara, yaitu sebuah hubungan antara dua peserta kontrak sosial atas dasar sukarela, yang kemudian melahirkan kewajiban dan hak bagi kedua belah pihak.***
Sobat Genmuslim yang baik hatinya, ingin mendapat berita update setiap hari dari Genmuslim.id? Ayo gabung di Grup Telegram "GENMUSLIM NEWS", caranya klik link https://t.me/ genmuslimnews, kemudian join. Langkah pertama install aplikasi Telegram di Ponsel.