“Ketika Nabi diutus sebagai utusan, saya adalah seorang pedagang saat itu. Saya ingin menggabungkan ibadah dan pekerjaan saya, tetapi keduanya tidak dapat digabungkan. Kemudian saya meninggalkan pekerjaan dan memutuskan untuk beribadah kepada Allah SWT.”
“Demi Allah, betapa mudahnya jika saya memiliki toko di jalan menuju pintu masjid agar saya tidak ketinggalan shalat. Saya bisa mendapatkan empat puluh dinar dan bersedekah. Allah SWT.”
Seseorang bertanya kepadanya, "Wahai Abu Darda, mengapa kamu membenci benda (harta) ini?"
Baca Juga: Kisah Inspiratif: Jalaluddin Rumi, Penghulu Para Penyair dan Kaum Sufi Legendaris Asal Negeri Persia
Dia menjawab, "Aku takut (perhitungan yang mengerikan). Pada hari kiamat, Allah akan menghitung hartaku dan bertanya kepadaku dua hal: pertama, dari mana harta itu berasal, dan kedua, dari mana harta itu dibelanjakan. Harta yang halal ada perhitungannya dan harta haram ada hukumannya.”
Shumaith bin Ajlan mengatakan bahwa ketika Abu Darda akan meninggal, dia merasa cemas.
Ummu Darda berkata kepadanya, “Wahai Abu Darda, bukankah kamu mengatakan bahwa kamu mencintai kematian?."
Abu Darda menjawab, "Ya Allah, itu benar, tetapi jika saya yakin bahwa saya akan mati, saya benci kematian."
Kemudian Abu Darda berteriak, "Sekarang adalah saat-saat terakhir hidupku di dunia ini. Bimbing aku untuk mengucapkan lâ ilâha illallah," kata Abu Darda.
Akhirnya, Abu Darda mengulangi kalimat ini sampai kematiannya.
Abu Darda meninggal dua tahun sebelum pembunuhan Utsman bin Affân RA.
Ada yang mengatakan dia meninggal setelah Pertempuran Siffin.
Ada yang mengatakan bahwa tahun 23 atau 24 H di kota Dimasyq, dan ada yang mengatakan 38 atau 39.
Namun, yang paling terkenal di antara kebanyakan ulama adalah dia meninggal pada masa kekhalifahan Utsman.***