Menurut Ustadz Hanan, Allah SWT akan memberikan pahala besar bagi mereka yang mampu memaafkan dengan tulus.
Namun, jika kesalahan yang dilakukan menyangkut masalah prinsipil yang membahayakan keharmonisan rumah tangga, seperti kekerasan atau perilaku yang tidak pantas, maka tidak ada salahnya untuk mempertimbangkan langkah yang lebih tegas demi menjaga ketenangan dan kesehatan emosional.
Dalam menjalani pernikahan, Ustadz Hanan menyarankan agar pasangan selalu saling mendukung dalam hal kebaikan dan berkomunikasi dengan baik.
Melalui komunikasi yang baik, pasangan bisa memahami perasaan dan pandangan satu sama lain, serta membahas batasan dalam memaafkan agar kedua belah pihak merasa dihargai dan tidak merasa dirugikan.
Dengan membicarakan batasan ini, suami istri bisa saling mengingatkan tanpa harus merasa khawatir akan timbulnya konflik yang lebih besar.
Ustadz Hanan Attaki juga menekankan pentingnya memiliki kesadaran akan hak dan kewajiban dalam pernikahan.
Ketika salah satu pihak melakukan kesalahan, introspeksi adalah langkah pertama yang harus dilakukan sebelum memaafkan.
Introspeksi membuat pasangan bisa mengevaluasi diri dan berusaha memperbaiki kekurangan masing-masing.
Sehingga, memaafkan akan menjadi proses yang lebih bermakna dan mendalam, serta mampu memperkuat ikatan emosional antara suami dan istri.
Memaafkan bukan berarti mengabaikan kesalahan, melainkan cara untuk menunjukkan bahwa setiap pasangan bisa saling belajar dari kesalahan yang pernah terjadi.
Dengan memaafkan, suami istri bisa saling menguatkan dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi ujian kehidupan.
Akan tetapi, batas memaafkan juga penting agar tidak terjebak dalam pola hubungan yang tidak sehat dan merugikan salah satu pihak.
Maka dari itu, Ustadz Hanan mengajak pasangan untuk selalu mengedepankan prinsip kasih sayang dan ketulusan dalam menghadapi konflik.
Adanya keseimbangan antara ketegasan dan memaafkan menjadikan pernikahan akan lebih harmonis dan berkah.